CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Selasa, 08 Mei 2012

Saudariku, Kembalilah ke Rumah

Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Sungguh merupakan musibah besar yang melanda umat Islam tatkala kaum muslimah keluar dari rumahnya dalam keadaan berpakaian tetapi telanjang. Padahal Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan bahwa perempuan-perempuan semacam itu tidak akan mencium bau surga.
Beliau bersabda, “Ada dua golongan penghuni neraka yang aku belum pernah melihatnya… (salah satunya) para wanita yang berpakaian tapi telanjang dan berlenggak-lenggok. Rambut kepala mereka seperti punuk unta, mereka itu tidak akan mendapatkan baunya surga padahal bau surga itu bisa tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim)
Saudariku, kalau engkau masih mau mendengar nasihat Nabimu maka kenakanlah jilbabmu dengan benar!
Mengekor Barat
Memang sejak jauh hari Nabi telah memperingatkan bahwa akan ada diantara umat ini yang mengikuti budaya orang-orang terdahulu dari kalangan Yahudi dan Nasrani. Imam Bukhori telah mencatat sabda Beliau, “Sungguh kalian benar-benar akan mengikuti gaya hidup orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sampai-sampai seandainya mereka masuk ke dalam lubang dhobb (sejenis biawak) niscaya ada di antara kalian yang ikut masuk pula ke dalamnya.”
Lihatlah wanita-wanita muslimah di sekeliling kita, bukankah selama ini sebagian besar dari mereka menjadi korban budaya barat yang kafir itu? Hampir segalanya mereka tiru; mulai dari cara berpakaian, cara berinteraksi dengan lawan jenis, bahkan sampai pola pikir yang hedonis (mencari kesenangan dunia semata) dan ujung akhirnya mereka turut bercampur baur dengan kaum lelaki di kantor-kantor, di parlemen dan restoran-restoran. Kini terbuktilah perkataan Nabi yang mulia, dan sungguh sangat ironi tatkala mereka melakukan ini semua dengan bertameng emansipasi yang digembor-gemborkan oleh barat.
Ikutilah Jejak Ibunda
Duhai saudariku, andaikata apa yang kalian lakukan ini dengan bercampur baur bersama kaum pria di pemerintahan, di kantor-kantor adalah kemaslahatan untuk kaum muslimah tentulah para isteri Nabi dahulu adalah orang pertama yang melakukan perbuatan sebagaimana yang kalian lakukan sekarang ini? Lalu mengapa kalian melakukan apa yang tidak mereka lakukan? Apakah kalian merasa lebih cerdas dari ibunda ‘Aisyah yang menyadari kesalahannya tatkala berani memimpin pasukan ketika terjadi perang Jamal? Beliau benar-benar menyesal karena melalaikan sebuah sabda Rosululloh, “Tidak akan pernah beruntung kaum manapun yang menyerahkan urusan mereka kepada perempuan.” (HR. Bukhori). Cobalah bandingkan dengan sebagian kaum muslimah dewasa ini yang dengan bangga memamerkan auratnya di layar kaca yang ditonton oleh ribuan pasang mata! Atau mereka yang dengan berapi-api berteriak-teriak berdemo di jalan-jalan dengan dalih untuk membela hak kaum muslimin, dan lebih lucunya lagi berdalil dengan perbuatan Aisyah yang telah disesali tersebut. Atau mereka yang berkoar-koar di atas mimbar demi mendapatkan kursi DPR serta rela bercampur baur dengan lelaki yang bukan mahromnya. Allohu akbar!, hanya kepada-Nya lah kami mohon pertolongan.
Kembalilah ke Istanamu
Seorang muslimah yang sholihah yang senantiasa menjaga dirinya, memiliki rasa malu dan memelihara kehormatannya itulah yang dipuji oleh syari’at. Dengan aktivitasnya mengurus rumah dan membekali dirinya dengan ilmu syar’i atau mendidik anak-anak maka dengan demikian ia telah turut serta berusaha mewujudkan masyarakat islami. Melalui tangan-tangan dan didikan merekalah akan terlahir pemuda-pemudi yang berbakti kepada Alloh dan Rosul-Nya. Namun sayang sekali betapa sedikitnya wanita semacam ini.

Menjadikan Kubur Sebagai Masjid

Sesungguhnya masjid adalah bagian bumi yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala. Di dalam masjid dilakukan berbagai bentuk ibadah kepadaNya, seperti sholat jama’ah, membaca Al-Qur’an, tholabul ilmi (kajian agama) dan sebagainya yang dituntunkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَحَبُّ الْبِلَادِ إِلَى اللَّهِ مَسَاجِدُهَا وَأَبْغَضُ الْبِلَادِ إِلَى اللَّهِ أَسْوَاقُهَا
Yang paling Allah cintai dari bagian kota-kota adalah masjid-masjidnya, dan yang paling Allah benci dari bagian kota-kota adalah pasar-pasarnya” (HR. Muslim, no: 671).
Dan di dalam agama Islam, tidak diperbolehkan menjadikan kubur-kubur sebagai masjid.
DALIL-DALIL LARANGAN
Larangan tentang hal ini sangat banyak sekali. Inilah di antara dalil-dalil larangan tersebut:
1- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarangnya. Dan setiap larangan Nabi, hukum asalnya adalah haram.
Sebagaimana disebutkan di dalam hadits di bawah ini,
عَنْ جُنْدَبٍ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ أَنْ يَمُوتَ بِخَمْسٍ وَهُوَ يَقُولُ إِنِّي أَبْرَأُ إِلَى اللَّهِ أَنْ يَكُونَ لِي مِنْكُمْ خَلِيلٌ فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدْ اتَّخَذَنِي خَلِيلًا كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِي خَلِيلًا لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيلًا أَلَا وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ أَلَا فَلَا تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ إِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ
Dari Jundab, dia berkata: Lima hari sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, aku mendengar beliau bersabda: “Aku berlepas diri kepada Allah bahwa aku memiliki kekasih di antara kamu. Karena sesungguhnya Allah telah menjadikanku sebagai kekasihNya sebagaimana Dia telah menjadikan Ibrahim menjadi kekasihNya (QS. 4:125-pen). Jika aku menjadikan kekasih di antara umatku, pastilah aku telah menjadikan Abu Bakar sebagai kekasih. Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dahulu telah menjadikan kubur-kubur Nabi-Nabi mereka dan orang-orang sholih mereka sebagai masjid-masjid! Ingatlah, maka janganlah kamu menjadikan kubur-kubur sebagai masjid-masjid, sesungguhnya aku melarang kamu dari hal itu!” (HSR. Muslim no:532)

2-
Laknat Allah kepada orang-orang yang menjadikan kubur-kubur sebagai masjid.
Hal ini diberitakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau menjelang wafat.
أَنَّ عَائِشَةَ وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ قَالَا لَمَّا نَزَلَ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَفِقَ يَطْرَحُ خَمِيصَةً لَهُ عَلَى وَجْهِهِ فَإِذَا اغْتَمَّ بِهَا كَشَفَهَا عَنْ وَجْهِهِ فَقَالَ وَهُوَ كَذَلِكَ لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ يُحَذِّرُ مَا صَنَعُوا
Dari ‘Aisyah dan Abdullah bin Abbas –semoga Allah meridhoi mereka- mengatakan: “Ketika kematian datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau mulai meletakkan kain wol bergaris-garis pada wajah beliau, sewaktu beliau susah bernafas karenanya, beliau membukanya dari wajahnya, ketika dalam keadaan demikian, lalu beliau mengatakan: “Laknat Allah atas orang-orang Yahudi dan Nashoro, mereka menjadikan kubur-kubur Nabi-Nabi mereka sebagai masjid-masjid”. Beliau memperingatkan apa yang telah mereka lakukan. (HSR. Bukhari no: 435, 436; Muslim no:531)
Syaikh Ali Al-Qori mengatakan: “Sebab laknat kepada mereka: kemungkinan karena mereka dahulu sujud kepada kubur-kubur Nabi-Nabi mereka, karena mengagungkan mereka. Ini adalah syirik yang nyata. Kemungkinan karena mereka dahulu melakukan sholat karena Allah di tempat-tempat dikuburnya para Nabi mereka, dan sujud di atas kubur-kubur mereka, dan menghadap kepada kubur-kubur mereka pada sholat, karena anggapan mereka hal itu merupakan ibadah kepada Allah dan berlebihan di dalam mengagungkan para Nabi. Ini adalah syirik yang samar, karena mengandung pengagungan terhadap makhluk yang tidak diidzinkan baginya. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang umatnya dari itu, kemungkinan karena perbuatan itu menyerupai jalan orang-orang Yahudi, atau karena mengandung syirik yang samar”. (Mirqootul Mafaatiih Syarh Misykaatul Mashoobiih, juz 1, hlm: 456. Dinukil dari Tahdzirus Sajid, hlm: 32, karya Syaikh Al-Albani, penerbit: Al-Maktabul Islami)
3- Para pelakunya adalah seburuk-buruk manusia.
Perkara ini disebutkan di dalam hadits-hadits shohih, antara lain sebagai berikut:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ لَمَّا اشْتَكَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَتْ بَعْضُ نِسَائِهِ كَنِيسَةً رَأَيْنَهَا بِأَرْضِ الْحَبَشَةِ يُقَالُ لَهَا مَارِيَةُ وَكَانَتْ أُمُّ سَلَمَةَ وَأُمُّ حَبِيبَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَتَتَا أَرْضَ الْحَبَشَةِ فَذَكَرَتَا مِنْ حُسْنِهَا وَتَصَاوِيرَ فِيهَا فَرَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ أُولَئِكِ إِذَا مَاتَ مِنْهُمْ الرَّجُلُ الصَّالِحُ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا ثُمَّ صَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّورَةَ أُولَئِكِ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ
Dari ‘Aisyah –semoga Allah meridhoinya-, dia berkata: “Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sakit, sebagian istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan sebuah gereja yang mereka lihat di negeri Habasyah, yang dinamakan gereja Mariyah. Dahulu Ummu Salamah dan Ummu HAbibah –semoga Allah meridhoikeduanya- pernah mendatangi negeri Habasya. Keduanya menyebutkan tentang keindahannya dan patung-patung/gambar-gambar yang ada di dalamnya. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengankat kepalanya, lalu bersabda: “Mereka itu, jika ada seorang yang sholih di antara mereka mati, mereka membangun masjid di atas kuburnya, kemudian membuat patung/gambar orang sholih itu di dalamnya. Mereka itu seburuk-buruk manusia di sisi Allah”. (HSR. Bukhari no:1341; Muslim no:528)
Al-Hafizh Ibnu Rajab berkata: “Hadits ini menunjukkan keharoman membangun masjid-masjid di atas kubur-kubur orang-orang sholih, dan menggambar gambar-gambar mereka di dalamnya, sebagaimana telah dilakukan oleh orang-orang Nashoro. Tidak ada keraguan bahwa tiap satu dari keduanya itu diharamkan, membuat gambar-gambar manusia diharamkan, dan membangun masjid-masjid di atas kubur-kubur, perbuatan ini saja juga haram”. (Fathul Bari, dinukil dari Tahdzirus Sajid, halm: 13, karya Syaikh Al-Albani, penerbit: Al-Maktabul Islami)
Dalam hadits lain disebutkan:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ مِنْ شِرَارِ النَّاسِ مَنْ تُدْرِكُهُ السَّاعَةُ وَهُمْ أَحْيَاءٌ وَمَنْ يَتَّخِذُ الْقُبُورَ مَسَاجِدَ
Dari Abdulloh, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: “Sesungguhnya di antara seburuk-buruk manusia adalah orang-orang yang ketika hari kiamat datang mereka masih hidup, dan orang-orang yang menjadikan kubur-kubur sebagai masjid”. (HSR. Ahmad 1/432; no: 4132; Ibnu Hibban; Thobaroni di dalam Mu’jamul Kabir. Dishohihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir)
MAKSUD LARANGAN
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani berkata: “Telah jelas dari hadits-hadits yang lalu bahaya menjadikan kubur sebagai masjid, dan ancaman keras di sisi Allah ‘Azza wa Jalla terhadap orang yang melakukannya. Maka kita wajib memahami makna menjadikan kubur sebagai masjid itu agar kita mewaspadainya. Aku katakan, yang mungkin difahami dari menjadikan kubur sebagai masjid adalah tiga makna:
1- Sholat di atas kubur, dengan arti sujud di atasnya.
2- Sujud menghadap kubur, dan menghadap kubur dengan sholat dan doa.
3- Membangun masjid di atas kubur, dan menyengaja sholat di kuburan-kuburan.
Dan pada tiap satu dari makna ini telah dikatakan oleh sekelompok ulama, dan telah datang dengannya nash-nash yang nyata dari penghulu para Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam “. (Tahdzirus Sajid, halm: 21, karya Syaikh Al-Albani, penerbit: Al-Maktabul Islami)
Kemudian syaikh menyebutkan perkataan para ulama tentang makna-makna di atas di dalam kitab beliau itu.
TAMBAHAN KETERANGAN:
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Sholat di semua masjid yang dibangun di atas kubur terlarang secara umum, kecuali masjid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (di kota Madinah), karena shalat di sana pahalanya seribu kali lipat, karena masjid itu dibangun di atas taqwa, dan kemuliaannya ada sejak kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para kholifah yang lurus sebelum masuknya kamar (kubur) di dalam masjid. Dan dimasukkannya kamar ke dalam masjid dilakukan setelah habis masa sahabat”. (Dinukil dari Tahdzirus Sajid, hlm: 137, karya Syaikh Al-Albani, penerbit: Al-Maktabul Islami)
Al-Hamdulillah Robbil ‘Alamin.

Sang Juru Bicara Kaum Wanita

Penulis: Ummu Muhammad
Muraja’ah: Ust. Aris Munandar
Wahai saudariku, tahukah kalian siapa beliau? Beliau adalah Asma’ binti Yazid bin Sakan bin Rafi’ bin Imri’il Qais bin Abdul Asyhal bin Haris Al-Anshariyah Al Ausiyyah Al Asyhaliyah. Wanita mulia di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang berbai’at kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pada tahun pertama Hijriyah, yaitu dalam bai’at Aqabah.
Asma’ radhiallahu ‘anha adalah termasuk shahabiyah Anshar yang pertama masuk Islam yang keilmuannya sangat luas. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Abdil Barr bahwa Asma’ adalah seorang wanita yang cerdas dan bagus agamanya. Asma’ ikut aktif mendengar hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sering bertanya tentang persoalan-persoalan yang menjadikan dia paham urusan agama. Oleh karena itu, ia menjadi ahli hadits yang mulia, sehingga mendapat julukan “juru bicara wanita”. Asma’ dipercaya oleh kaum muslimah sebagai wakil mereka untuk berbicara dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang persoalan-persoalan yang mereka hadapi.
Suatu ketika Asma’ mendatangi Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya adalah utusan bagi seluruh wanita muslimah yang di belakangku, seluruhnya mengatakan sebagaimana yang aku katakan dan seluruhnya berpendapat sesuai dengan pendapatku. Sesungguhnya Allah mengutusmu bagi seluruh laki-laki dan wanita, kemudian kami beriman kepada anda dan membai’at anda. Adapun kami para wanita terkurung dan terbatas gerak langkah kami. Kami menjadi penyangga rumah tangga kaum laki-laki dan kami adalah tempat menyalurkan syahwatnya. Kamilah yang mengandung anak-anak mereka. Akan tetapi kaum laki-laki mendapat keutamaan melebihi kami dengan shalat Jum’at, mengantarkan jenazah, dan berjihad. Apabila mereka keluar untuk berjihad, kamilah yang menjaga harta mereka dan mendidik anak-anak mereka. Maka apakah kami juga mendapat pahala sebagaimana yang mereka dapat dengan amalan mereka?”
Mendengar pertanyaan tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menoleh kepada para sahabat dan bersabda, “Pernahkah kalian mendengar pertanyaan seorang wanita tentang agama yang lebih baik dari apa yang dia tanyakan?”
Para sahabat menjawab, “Benar, kami belum pernah mendengarnya ya, Rasulullah!”
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Kembalilah wahai Asma’ dan beritahukan kepada para wanita yang berada di belakangmu, bahwa perlakuan baik salah seorang di antara mereka kepada suaminya, upayanya untuk mendapat keridhaan suaminya, dan ketundukkannya untuk senantiasa mentaati suami, itu semua dapat mengimbangi seluruh amal yang kamu sebutkan yang dikerjakan oleh kaum laki-laki.”
Maka kembalilah Asma’ sambil bertahlil dan bertakbir merasa gembira dengan apa yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Muslim)
Kita lihat begitu semangatnya para shahabiah, hatinya senantiasa bergantung kepada akhirat. Tidaklah yang ia cita-citakan dalam seluruh amalnya kecuali ridha Allah Ta’ala sehingga ia merasa sangat gembira ketika diberitahu bahwa tugas yang selama ini ia lakukan pahalanya menyamai amalan kaum laki-laki yang sangat berat. Sungguh hal ini menunjukkan kemurahan Allah kepada hamba-Nya.
Asma’ juga pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang tata cara mandi haidh, sebagaimana telah diriwayatkan dari ‘Aisyah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Hendaklah seorang di antara kamu menyiapkan air dan air perasan bidara. Kemudian bersucilah dengannya dan membaguskan bersucinya. Kemudian menuangkan air ke atas kepalanya dan hendaklah ia menggosoknya dengan gosokan yang kuat hingga membasahi akar-akar rambutnya, lalu menuangkan air ke atasnya. Kemudian hendaklah ia mengambil sepotong kapas yang telah dibubuhi minyak wangi, lalu bersihkanlah dengannya.”
Lalu Asma’ bertanya lagi, “Bagaimana membersihkannya dengan kapas?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Subhanallah, bersihkanlah dengannya.”
‘Aisyah berkata, seolah-olah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembunyikan hal ini (karena malu), “Yaitu engkau membersihkan darah padanya.” (HR. Bukhari Muslim)
Begitulah saudariku, para shahabiyah sangat bersemangat untuk mencari ilmu agama. Rasa malu tidak menghalangi mereka untuk bertanya. Karena mereka tahu, hanya dengan ilmu, amalan mereka akan bernilai (mendapat pahala) di sisi Allah. Benarlah perkataan ‘Aisyah bahwa sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar, mereka tidaklah terhalang oleh rasa malu untuk mendalami urusan agama. (HR. Muslim)
Tentunya, kita ingin menjadi wanita terbaik bukan? Maka, contohlah para shahabiah. Belajarlah ilmu agama karena dengannya derajat kita akan ditinggikan dan jalan menuju surga akan dimudahkan. Semoga Allah senantiasa memudahkan bagi kita jalan menuju Ilmu. Aamiin.
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (Qs. Al Mujadilah:11)
“Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya, dengan hal itu, jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
Maraji’:
Wanita-Wanita Teladan di masa Rasulullah shallallahu ’’laihi wa sallam (Mahmud Mahdi Al-Istanbuli, Musthafa Abu An Nashr Asy Syalabi)

Kemuliaan dan Keutamaan Aisyah

Beliau adalah Ummul Mukminin Ummu Abdillah Aisyah binti Abu Bakr, Shiddiqah binti Shiddiqul Akbar, istri tercinta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau lahir empat tahun setelah diangkatnya Muhammad menjadi seorang Nabi. Ibu beliau bernama Ummu Ruman binti Amir bin Uwaimir bin Abdi Syams bin Kinanah yang meninggal dunia pada waktu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup yaitu tepatnya pada tahun ke-6 H.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi Aisyah dua tahun sebelum hijrah melalui sebuah ikatan suci yang mengukuhkan gelar Aisyah menjadi ummul mukminin, tatkala itu Aisyah masih berumur enam tahun. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membangun rumah tangga dengannya setelah berhijrah, tepatnya pada bulan Syawwal tahun ke-2 Hijriah dan ia sudah berumur sembilan tahun.
Aisyah menceritakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahiku pasca meninggalnya Khadijah sedang aku masih berumur enam tahun, dan aku dipertemukan dengan Beliau tatkala aku berumur sembilan tahun. Para wanita datang kepadaku padahal aku sedang asyik bermain ayunan dan rambutku terurai panjang, lalu mereka menghiasiku dan mempertemukan aku dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Lihat Abu Dawud: 9435).
Kemudian biduk rumah tangga itu berlangsung dalam suka dan duka selama 8 tahun 5 bulan, hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia pada tahun 11 H. Sedang Aisyah baru berumur 18 tahun.
Aisyah adalah seorang wanita berparas cantik berkulit putih, sebab itulah ia sering dipanggil dengan “Humaira”. Selain cantik, ia juga dikenal sebagai seorang wanita cerdas yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mempersiapkannya untuk menjaid pendamping Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mengemban amanah risalah yang akan menjadi penyejuk mata dan pelipur lara bagi diri beliau. Suatu hari Jibril memperlihatkan (kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) gambar Aisyah pada secarik kain sutra berwarna hijau sembari mengatakan,

“Ia adalah calon istrimu kelak, di dunia dan di akhirat.” (HR. At-Tirmidzi (3880), lihat Shahih Sunan at-Tirmidzi (3041))

Selain menjadi seorang pendamping setiap yang selalu siap memberi dorongan dan motivasi kepada suami tercinta di tengah beratnya medan dakwah dan permusuhan dari kaumnya, Aisyah juga tampil menjadi seorang penuntut ilmu yang senantiasa belajar dalam madrasah nubuwwah di mana beliau menimba ilmu langsung dari sumbernya. Beliau tercatat termasuk orang yang banyak meriwayatkan hadits dan memiliki keunggulan dalam berbagai cabang ilmu di antaranya ilmu fikih, kesehatan, dan syair Arab. Setidaknya sebanyak 1.210 hadits yang beliau riwayatkan telah disepakati oleh Imam Bukhari dan Muslim dan 174 hadits yang hanya diriwayatkan oleh Imam Bukhari serta 54 hadits yang hanya diriwayatkan oleh Imam Muslim. Sehingga pembesar para sahabat kibar tatkala mereka mendapatkan permasalahan mereka datang dan merujuk kepada Ibunda Aisyah.

Kedudukan Aisyah di Sisi Rasulullah

Suatu hari orang-orang Habasyah masuk masjid dan menunjukkan atraksi permainan di dalam masjid, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil Aisyah, “Wahai Humaira, apakah engkau mau melihat mereka?” Aisyah menjawab, “Iya.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di depan pintu, lalu aku datang dan aku letakkan daguku pada pundak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan aku tempelkan wajahku pada pipi beliau.” Lalu ia mengatakan, “Di antara perkataan mereka tatkala itu adalah, ‘Abul Qasim adalah seorang yang baik’.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Apakah sudah cukup wahai Aisyah?” Ia menjawab: “Jangan terburu-buru wahai Rasulullah.” Maka beliau pun tetap berdiri. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulangi lagi pertanyaannya, “Apakah sudah cukup wahai Aisyah?” Namun, Aisyah tetap menjawab, “Jangan terburu-buru wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Aisyah mengatakan, “Sebenarnya bukan karena aku senang melihat permainan mereka, tetapi aku hanya ingin memperlihatkan kepada para wanita bagaimana kedudukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadapku dan kedudukanku terhadapnya.” (HR. An-Nasa’i (5/307), lihat Ash Shahihah (3277))

Canda Nabi kepada Aisyah

Aisyah bercerita, “Suatu waktu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang untuk menemuiku sedang aku tengah bermain-main dengan gadis-gadis kecil.” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadaku, “Apa ini wahai Aisyah.” Lalu aku katakan, “Itu adalah kuda Nabi Sulaiman yang memiliki sayap.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tertawa. (HR. Ibnu Sa’ad dalam Thabaqat (8/68), lihat Shahih Ibnu Hibban (13/174))
Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berlomba lari dengan Aisyah dan Aisyah menang. Aisyah bercerita, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berlari dan mendahuluiku (namun aku mengejarnya) hingga aku mendahuluinya. Tetapi, tatkala badanku gemuk, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajak lomba lari lagi namun beliau mendahului, kemudian beliau mengatakan, “Wahai Aisyah, ini adalah balasan atas kekalahanku yang dahulu’.” (HR. Thabrani dalam Mu’jamul Kabir 23/47), lihat Al-Misykah (2.238))

Keutamaan-keutamaan Aisyah

Banyak sekali keutamaan yang dimiliki oleh Ibunda Aisyah, sampai-sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan dalam sabdanya:
“Orang yang mulia dari kalangan laki-laki banyak, namun yang mulia dari kalangan wanita hanyalah Maryam binti Imron dan Asiyah istri Fir’aun, dan keutamaan Aisyah atas semua wanita sepeerti keutamaan tsarid atas segala makanan.” (HR. Bukhari (5/2067) dan Muslim (2431))
Beberapa kemuliaan itu di antaranya:
Pertama: Beliau adalah satu-satunya istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dinikahi tatkala gadis, berbeda dengan istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain karena mereka dinikahi tatkala janda.
Aisyah sendiri pernah mengatakan, “Aku telah diberi sembilan perkara yang tidak diberikan kepada seorang pun setelah Maryam. Jibril telah menunjukkan gambarku tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diperintah untuk menikahiku, beliau menikahiku tatkala aku masih gadis dan tidaklah beliau menikahi seorang gadis kecuali diriku, beliau meninggal dunia sedang kepalanya berada dalam dekapanku serta beliau dikuburkan di rumahku, para malaikat menaungi rumahku, Al-Quran turun sedang aku dan beliau berada dalam satu selimut, aku adalah putri kekasih dan sahabat terdekatnya, pembelaan kesucianku turun dari atas langit, aku dilhairkan dari dua orang tua yang baik, aku dijanjikan dengna ampunan dan rezeki yang mulia.” (Lihat al-Hujjah Fi Bayan Mahajjah (2/398))
Kedua: Beliau adalah orang yang paling dicintai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari kalangan wanita.
Suatu ketika Amr bin al-Ash bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling engkau cintai?” Beliau menjawab, “Aisyah.” “Dari kalangan laki-laki?” tanya Amr. Beliau menjawab, “Bapaknya.” (HR. Bukhari (3662) dan Muslim (2384))
Maka pantaskah kita membenci apalagi mencela orang yang paling dicintai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?!! Mencela Aisyah berarti mencela, menyakiti hati, dan mencoreng kehormatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Na’udzubillah.
Ketiga: Aisyah adalah wanita yang paling alim daripada wanita lainnya.
Berkata az-Zuhri, “Apabila ilmu Aisyah dikumpulkan dengna ilmu seluruh para wanita lain, maka ilmu Aisyah lebih utama.” (Lihat Al-Mustadrak Imam Hakim (4/11))
Berkata Atha’, “Aisyah adalah wanita yang paling faqih dan pendapat-pendapatnya adalah pendapat yang paling membawa kemaslahatan untuk umum.” (Lihat al-Mustadrok Imam Hakim (4/11))
Berkata Ibnu Abdil Barr, “Aisyah adalah satu-satunya wanita di zamannya yang memiliki kelebihan dalam tiga bidang ilmu: ilmu fiqih, ilmu kesehetan, dan ilmu syair.”
Keempat: Para pembesar sahabat apabila menjumpai ketidakpahaman dalam masalah agama, maka mereka datang kepada Aisyah dan menanyakannya hingga Aisyah menyebutkan jawabannya.
Berkata Abu Musa al-Asy’ari, “Tidaklah kami kebingungan tentang suatu hadits lalu kami bertanya kepada Aisyah, kecuali kami mendapatkan jawaban dari sisinya.” (Lihat Shahih Sunan at-Tirmidzi (3044))
Kelima: Tatkala istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi pilihan untuk tetap bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengna kehidupan apa adanya, atau diceraikan dan akan mendapatkan dunia, maka Aisyah adalah orang pertama yang menyatakan tetap bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bagaimanapun kondisi beliau sehingga istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain mengikuti pilihan-pilihannya.
Keenam: Syari’at tayammum disyari’atkan karena sebab beliau, yaitu tatkala manusia mencarikan kalungnya yang hilang di suatu tempat hingga datang waktu Shalat namun mereka tidak menjumpai air hingga disyari’atkanlah tayammum.
Berkata Usaid bin Khudair, “Itu adalah awal keberkahan bagi kalian wahai keluarga Abu Bakr.” (HR. Bukhari (334))
Ketujuh: Aisyah adalah wanita yang dibela kesuciannya dari langit ketujuh.
Prahara tuduhan zina yang dilontarkan orang-orang munafik untuk menjatuhkan martabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lewat istri beliau telah tumbang dengan turunnya 16 ayat secara berurutan yang akan senantiasa dibaca hingga hari kiamat. Allah Subhanahu wa Ta’ala mempersaksikan kesucian Aisyah dan menjanjikannya dengan ampunan dan rezeki yang baik.
Namun, karena ketawadhu’annya (kerendahan hatinya), Aisyah mengatakan, “Sesungguhnya perkara yang menimpaku atas diriku itu lebih hina bila sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tetnangku melalui wahyu yang akan senantiasa dibaca.” (HR. Bukhari (4141))
Oleh karenanya, apabila Masruq meriwayatkan hadits dari Aisyah, beliau selalu mengatakan, “Telah bercerita kepadaku Shiddiqoh binti Shiddiq, wanita yang suci dan disucikan.”
Kedelapan: Barang siapa yang menuduh beliau telah berzina maka dia kafir, karena Al-Quran telah turun dan menyucikan dirinya, berbeda dengan istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain.
Kesembilan: Dengan sebab beliau Allah Subhanahu wa Ta’ala mensyari’atkan hukuman cambuk bagi orang yang menuduh wanita muhShanat (yang menjaga diri) berzina, tanpa bukti yang dibenarkan syari’at.
Kesepuluh: Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sakit, Beliau memilih tinggal di rumah Aisyah dan akhirnya Beliau pun meninggal dunia dalam dekapan Aisyah.
Berkata Abu Wafa’ Ibnu Aqil, “Lihatlah bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih untuk tinggal di rumah Aisyah tatkala sakit dan memilih bapaknya (Abu Bakr) untuk menggantikannya mengimami manusia, namun mengapa keutamaan agung semacam ini bisa terlupakan oleh hati orang-orang Rafidhah padahal hampir-hampir saja keutamaan ini tidak luput sampaipun oleh binatang, bagaimana dengan mereka…?!!”
Aisyah meninggal dunia di Madinah malam selasa tanggal 17 Ramadhan 57 H, pada masa pemerintahan Muawiyah, di usianya yang ke 65 tahun, setelah berwasiat untuk dishalati oleh Abu Hurairah dan dikuburkan di pekuburan Baqi pada malam itu juga. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala meridhai Aisyah dan menempatkan beliau pada kedudukan yang tinggi di sisi Rabb-Nya. Aamiin.
Wallahu A’lam.

Senin, 02 April 2012

Ketika Ayah tidak mau menjadi wali nikah

Hubungan orang tua dan anak tidak selamanya berjalan sesuai yang diharapkan. Dalam kondisi ‘kurang’ normal, sikap mendzalimi dan didzalimi terkadang bisa terjadi. Termasuk diantaranya, dalam hal perwalian nikah. Tak jarang kita jumpai, ada sebagian wali yang enggan menikahkan putrinya, karena berbagai macam alasan.
Kasus semacam ini tidak hanya terjadi di lingkungan kita, bahkan telah menjadi fenomena yang mendunia. Syaikh Muhamad Ali Farkus – seorang ulama Al-Jazair – ditanya tentang keadaan wanita yang tertunda nikahnya karena sikap walinya.
Beliau menjelaskan:
Perlu kita pahami, ulama sepakat bahwa wali tidak memiliki hak untuk melarang orang yang berada di bawah perwaliannya untuk menikah, tanpa sebab yang diizinkan syariat. Si wali selalu menolak setiap lamaran orang yang sekufu, baik agama dan akhlaknya, dan siap memberikan mahar yang setara dengan umumnya wanita.
Wali yang melakukan tindakan demikian maka dia dianggap melakukan tindakan Al-’Adhl1 . Allah berfirman:
وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْا بَيْنَهُمْ بِالْمَعْرُوفِ ذَلِكَ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ مِنْكُمْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكُمْ أَزْكَى لَكُمْ وَأَطْهَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُون
“Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang baik. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 232)
Kemudian si wanita ini berhak untuk mengajukan permasalahannya kepada hakim (KUA) untuk menikahkannya secara resmi. Karena sikap Al-Adhl termasuk kedzaliman, dan yang berhak menolak kedzaliman adalah hakim (KUA).
Jika tidak memungkinkan untuk mengajukan masalahnya ke hakim, maka kerabat dekatnya yang lain bisa menikahkannya dengan lelaki tersebut. Jika mereka menolak untuk menikahkannya maka wanita tersebut bisa mengajukan masalahnya kepada imam masjid (Pak Kaum) atau tetangganya yang dia percaya untuk menikahkannya. Dan orang yang dipercaya ini, sekaligus menjadi walinya. Karena kasus semacam ini termasuk bentuk tahkim (meminta keputusan). Sementara orang yang ditunjuk untuk memutuskan perkara, menggantikan posisi hakim resmi (KUA).
Di samping itu, manusia sangat butuh untuk menikah. Karena itu, mereka harus memperlakukannya dengan cara sebaik mungkin.
Imam Al-Qurtubhi membawakan keterangan dari Imam Malik tentang wanita yang kondisinya lemah:
Wanita ini boleh dinikahkan oleh orang yang menjadi rujukan permasalahannya. Karena wanita dalam kondisi semacam ini, tidak memungkinkan untuk menemui hakim, sehingga statusnya sama dengan orang yang tidak memiliki hakim. Karena itu, urusannnya dikembalikan kepada kaum muslimin, sebagai walinya. (Tafsir Al-Qurthubi, 3/76).
Pada kesempatan yang lain, Syaikh Muhamad Ali Farkus juga ditanya tentang sikap sebagian wali yang tidak mau menikahkan putrinya dengan lelaki sekufu. Beliau menjelaskan,
Ada dua latar belakang wali menolak untuk menikahkan putrinya;
Pertama, jika sang wali tidak mau menikahkan putrinya karena sebab yang diterima secara syariat, seperti, lelaki yang meminang tidak sekufu, atau karena ada lelaki lain yang lebih statusnya, agamanya, dan akhlaknya. Dalam keadaan ini, hak perwalian tetap menjadi miliknya dan tidak berpindah ke yang lain.
Kedua, jika pelarangan tersebut mengandung unsur kedzaliman, mempersempit hak putrinya untuk menikah, seperti; datang lelaki yang sekufu, baik agama dan akhlaknya, untuk meminangnya, namun wali melarangnya untuk menikah dengannya, maka dalam keadaan ini, walinya dianggap melakukan tindakan Al-Adhl dalam perwaliannya.
Wali ini tidak berhak untuk melakukan pembatasan semacam ini, dan perbuatan ini hukumnya haram dengan sepakat ulama. Berdasarkan hadis yang diriwayatkan Bukhari dan yang lainnya, bahwa Ma’qil bin Yasar radliallahu ‘anhu, memiliki saudara wanita yang menikah dengan seorang lelaki. Kemudian lelaki ini menceraikan istrinya, dan tidak rujuk kembali sampai selesai masa iddahnya. Beberapa hari kemudian, lelaki ini hendak melamar mantan istrinya. Maka Ma’qil merasa harga dirinya dilecehkan. Diapun berkata : “Lelaki ini membiarkan istrinya (sampai selesai iddah), padahal dia mampu untuk merujuknya. Kemudian dia ingin melamar lagi.” Akhirnya Ma’qil menghalangi pernikahan antara adiknya dengan lelaki tersebut. Kemudian Allah menurunkan firman-Nya:
وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْا
“Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang baik…” (sampai akhir ayat)
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil Ma’qil dan membacakan ayat ini kepadanya. Ma’qil-pun meninggalkan rasa egonya dan bersedia untuk tunduk kepada aturan Allah. (HR. Bukhari no. 5331)
Sementara pada kondisi orang tua atau wali yang berhak lainnya, tidak bersedia untuk menikahkan maka hak perwalian langsung berpindah ke hak perwalian umum yang diwakili dengan hak perwalian hakim (KUA), ketika permasalahan ini diajukan kepada mereka. Dan perwaliannya tidak berpindah ke wali berikutya (kerabat dekat lainnya). Karena tindakan Al-Adhl adalah kedzaliman. Sementara kuasa untuk menghilangkan kedzaliman kembali kepada hakim.
Kemudian, jika tidak memungkinkan untuk mengajukan permasalahannya kepada hakim, maka wanita ini dinikahkan oleh wali urutan berikutnya (kerabatnya). Pada keadaan ini, hak perwalian kerabat ini dinilai sebagai bentuk tahkim (meminta keputusan). Kaidahnya: Orang yang ditunjuk sebagai hakim, statusnya setara dengan hakim resmi (KUA), sebagaimana yang ditegaskan oleh Imam As-Syafi’i. Jika tidak memiliki kerabat yang lain maka dia dinikahkan oleh imam tetap di daerahnya (Pak Kaum). Jika tidak menemukan juga maka siapapun orang yang beriman bisa menikahkannya, berdasarkan firman Allah:
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ
“Orang mukmin laki-laki dan orang mukmin wanita, sebagian mereka menjadi wali bagi sebagian yang lain…” (QS. At-Taubah: 71)
Diterjemahkan dari buku: Al-Adat Al-Jariyah fi Al-A’ras Al-Jazairiyyah, hlm. 110 – 113.
Catatan:
Pertama, dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, seorang wanita berhak untuk mengajukan masalah perwaliannya kepada hakim dengan beberapa syarat:
a. Lelaki yang melamarnya adalah lelaki yang sekufu (setara) dari semua sisi. Baik agama maupun dunia.
b. Lelaki tersebut baik agama dan akhlaknya.
c. Lelaki tersebut memiliki kemampuan secara finansial, sehingga bisa memberikan mahar dan nafkah sebagaimana umumnya masyarakat.
d. Penolakan yang dilakukan oleh wali karena kedzaliman, dan bukan dalam rangka memberikan kemaslahatan bagi putrinya.
Kedua, keterangan di atas sama sekali bukanlah membolehkan seseorang untuk menikah tanpa wali atau menikah dengan wali ‘gadungan’. Karena permasalahannya nikah bukanlah masalah yang ringan. Keterangan di atas justru sangat membatasi bahwa pernikahan harus dilakukan dengan wali. Meskipun perwalian nikah tidak selamanya ada di tangan orang tua, namun bisa berpindah ke yang lain, dengan beberapa persyaratan di atas.
Ketiga, hakim yang dimaksud di atas adalah pejabat resmi KUA, dengan kuasa dari lembaga. Dia datang atas nama lembaga bukan atas nama pribadi.
Keempat, perwalian bisa berpindah ke pihak yang lain, selain kerabat dan pejabat, jika sudah tidak memungkinkan untuk mengajukan masalah ke KUA. Selama masih memungkinkan untuk mengajukan masalah ke KUA secara resmi maka tidak diperkenankan menyerahkan masalah ke orang lain.
Kelima, semua pihak hendaknya berusaha bertakwa kepada Allah dan tidak menggampangkan masalah. Semua ini tidak lain dalam rangka menjaga batasan halal-haram dalam pernikahan.
Allahu a’lam
***

Tata cara sholat tahajud

Shalat Tahajud adalah shalat sunat yang dikerjakan pada waktu malam, dimulai selepas isya sampai menjelang subuh.
Jumlah rakaat pada shalat ini tidak terbatas, mulai dari 2 rakaat, 4, dan seterusnya.
A. Pembagian Keutamaan Waktu Shalat Tahajud
  1. Sepertiga malam, kira-kira mulai dari jam 19.00 sampai jam 22.00
  2. Sepertiga kedua, kira-kira mulai dari jam 22.00 sampai dengan jam 01.00
  3. Sepertiga ketiga, kira-kira dari jam 01.00 sampai dengan masuknya waktu subuh.
B. Niat shalat tahajud:

Ushallii sunnatat-tahajjudi rak’ataini lillaahi ta’aalaa.

Artinya: “Aku niat shalat sunat tahajud dua rakaat karena Allah”

C. Doa yang dibaca setelah shalat tahajud:

Rabbanaa aatina fid-dun-yaa hasanataw wa fil aakhirati hasanataw wa qinaa adzaaban-naar.

Artinya: “Ya Allah Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan hindarkanlah kami dari siksa api neraka.”

Dalam hadits Bukhari dinyatakan, bahwa rasulullah jika bangun dari tidurnya di tengah malam lalu bertahajud membaca doa:
اَللّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ نُوْرُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ، وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ قَيِّمُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ، وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ، وَلَكَ الْحَمْدُ لَكَ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ، وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ مَلِكُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ، وَلَكَ الْحَمْدُ، أَنْتَ الْحَقُّ، وَوَعْدُكَ الْحَقُّ، وَقَوْلُكَ الْحَقُّ، وَلِقَاؤُكَ الْحَقُّ، وَالْجَنَّةُ حَقٌّ، وَالنَّارُ حَقٌّ، وَالنَّبِيُّوْنَ حَقٌّ، وَمُحَمَّدٌ حَقٌّ، وَالسَّاعَةُ حَقٌّ، اَللّهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ، وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ، وَبِكَ آمَنْتُ، وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ، وَبِكَ خَاصَمْتُ، وَإِلَيْكَ حَاكَمْتُ. فَاغْفِرْ لِيْ مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ، أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ، لاَ إِلٰهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَنْتَ إِلٰهِيْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ أَنْتَ


Artinya: “Ya, Allah! Bagi-Mu segala puji, Engkau cahaya langit dan bumi serta seisinya. Bagi-Mu segala puji, Engkau yang mengurusi langit dan bumi serta seisinya. Bagi-Mu segala puji, Engkau Tuhan yang menguasai langit dan bumi serta seisinya. Bagi-Mu segala puji dan bagi-Mu kerajaan langit dan bumi serta seisi-nya. Bagi-Mu segala puji, Engkau benar, janji-Mu benar, firman-Mu benar, bertemu dengan-Mu benar, Surga adalah benar (ada), Neraka adalah benar (ada), (terutusnya) para nabi adalah benar, (terutusnya) Muhammad adalah benar (dari- Mu), peristiwa hari kiamat adalah benar. Ya Allah, kepada-Mu aku pasrah, kepada-Mu aku bertawakal, kepada-Mu aku beriman, kepada-Mu aku kembali (bertaubat), dengan pertolongan-Mu aku berdebat (kepada orang-orang kafir), kepada-Mu (dan dengan ajaran-Mu) aku menjatuhkan hukum. Oleh karena itu, ampunilah dosaku yang telah lalu dan yang akan datang. Engkaulah yang mendahulukan dan mengakhirkan, tiada Tuhan yang hak disembah
kecuali Engkau, Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan yang hak disembah kecuali Engkau”.
D. Setelah itu, perbanyaklah membaca istigfar sebagai berikut:

Astagfirullaahal azhim wa atuubu ilaiih

Artinya: “Kami memohon ampunan kepada Allah Yang Maha Agung dan kami pun bertaubat kepada-Nya”

E. Keutamaan Shalat Tahajud

Sahabat Abdullah bin Salam mengatakan, bahwa Nabi Muhammad saw bersabda:

“Hai sekalian manusia, sebarluaskanlah salam dan berikanlah makanan serta sholat malamlah diwaktu manusia sedang tidur, supaya kamu masuk Surga dengan selamat.” (HR Tirmidzi)

Bersabda Nabi Muhammad saw:

“Seutama-utama shalat sesudah shalat fardhu ialah shalat sunnat di waktu malam.” (HR Muslim)

Selain itu, Allah sendiri juga berfirman:

Pada malam hari, hendaklah engkau shalat Tahajud sebagai tambahan bagi engkau. Mudah-mudahan Tuhan mengangkat engkau ketempat yang terpuji. (QS Al-Isra: 79)

Dari Jabir r.a., ia barkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. Bersabda: Sesungguhnya pada malam hari itu benar-benar ada saat yang seorang muslim dapat menepatinya untuk memohon kepada Allah suatu kebaikan dunia dan akhirat, pasti Allah akan memberikannya (mengabulkannya); dan itu setiap malam.” (HR Muslim dan Ahmad)

“Lazimkan dirimu untuk shalat malam karena hal itu tradisi orang-orang saleh sebelummu, mendekatkan diri kepada Allah, menghapus dosa, menolak penyakit, dan pencegah dari dosa.” (HR Ahmad)

F. Kiat Mudah Shalat Malam/Qiyamullail

Agar kita diberi kemudahan bangun malam untuk melakukan shalat malam, cobalah tips-tips berikut ini:
  1. Aturlah aktivitas di siang hari agar malamnya Anda tidak kelelahan. Sehingga tidak membuat Anda tidur terlalu lelap.
  2. Makan malam jangan kekenyangan, berdoa untuk bisa bangun malam, dan jangan lupa pasang alarm sebelum tidur.
  3. Hindari maksiat, sebab menurut pengalaman Sufyan Ats-Tsauri, “Aku sulit sekali melakukan qiyamullail selama 5 bulan disebabkan satu dosa yang aku lakukan.”
  4. Ketahuilah fadhilah (keutamaan) dan keistimewaan qiyamulail. Dengan begitu kita termotivasi untuk melaksanakannya.
  5. Tumbuhkan perasaan sangat ingin bermunajat dengan Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
  6. Baik juga jika janjian dengan beberapa teman untuk saling membangunkan dengan miscall melalui telepon atau handphone.
  7. Buat kesepakatan dengan istri dan anak-anak bahwa keluarga punya program tahajud bersama sekali atau dua malam dalam sepekan.
  8. Berdoalah kepada Allah swt. untuk dipermudah dalam beribadah kepadaNya. (fn/aa/ab)

Shalat Istikhara

Shalat Istikharah adalah shalat sunnat dua rakaat yang dilakukan ketika sesuorang ragu dalam memilih dua perkara atau lebih. Pelaksanaan salat istikharah tak ada bedanya dengan salat biasa. Hanya dua raka'at. Niat saat takbiratul ihram (lihat attachment "niat istikharah"). Artinya: aku salat sunnat istikharah karena Allah SWT. Pada raka'at pertama, setelah membaca al-Fatihah disunatkan membaca surat al-Kaafiruun, dan pada raka'at kedua (setelah al-Fatihah) membaca surat al-Ikhlas. Setelah salam membaca doa:

Ya Allah pilihkanlah untukku dengan kekuatan ilmu-MU, tentukanlah untukku dengan kehendakmu, aku minta kemurahanMU yang sangat luas, karena Engkaulah yang bisa menentukan sesuatu dan aku tidak bisa, Engkau maha mengetahui apa yang tidak ku ketahui, dan Engkaulah yang paling tahu hal-hal yang ghaib. Ya Allah, jika sesuatu ini menurutMU baik bagi diriku, kehidupanku dan kesudahan perkaraku maka pilihlah dia untukku dan mudahkanlah dia bagiku kemudian berkahilah, dan seandainya ini menjadi malapetaka bagiku, agamaku, kehidupanku dan kesudahan perkaraku maka jauhkanlah dia dariku sejauh-jauhnya, dan berilah aku kebaikan di mana saja berada dan ridhailah aku karenanya. (disunatkan sebelum dan sesudah berdo’a membaca hamdalah dan shalawat)

Setelah selesai berdo’a, biarkan Allah memberi hidayah kedalam hati kita (sampai kita menemukan kemantapan) untuk memimlih. Dan apabila masih juga ragu-ragu, maka disunatkan mengulangi salat istikharah itu sampai menemukan kemantapan. Sebagaimana Rasulullah pernah menyuruh sahabat Anas bin Malik untuk mengulangi salat istikharahnya karena dia masih ragu-ragu.

Dan apabila kita berhalangan atau tidak mampu melakukan salat istikharah maka disunatkan untuk membaca doanya saja.

Wallahu a’lam

Shalat Istikhara

Shalat Istikharah adalah shalat sunnat dua rakaat yang dilakukan ketika sesuorang ragu dalam memilih dua perkara atau lebih. Pelaksanaan salat istikharah tak ada bedanya dengan salat biasa. Hanya dua raka'at. Niat saat takbiratul ihram (lihat attachment "niat istikharah"). Artinya: aku salat sunnat istikharah karena Allah SWT. Pada raka'at pertama, setelah membaca al-Fatihah disunatkan membaca surat al-Kaafiruun, dan pada raka'at kedua (setelah al-Fatihah) membaca surat al-Ikhlas. Setelah salam membaca doa:

Ya Allah pilihkanlah untukku dengan kekuatan ilmu-MU, tentukanlah untukku dengan kehendakmu, aku minta kemurahanMU yang sangat luas, karena Engkaulah yang bisa menentukan sesuatu dan aku tidak bisa, Engkau maha mengetahui apa yang tidak ku ketahui, dan Engkaulah yang paling tahu hal-hal yang ghaib. Ya Allah, jika sesuatu ini menurutMU baik bagi diriku, kehidupanku dan kesudahan perkaraku maka pilihlah dia untukku dan mudahkanlah dia bagiku kemudian berkahilah, dan seandainya ini menjadi malapetaka bagiku, agamaku, kehidupanku dan kesudahan perkaraku maka jauhkanlah dia dariku sejauh-jauhnya, dan berilah aku kebaikan di mana saja berada dan ridhailah aku karenanya. (disunatkan sebelum dan sesudah berdo’a membaca hamdalah dan shalawat)

Setelah selesai berdo’a, biarkan Allah memberi hidayah kedalam hati kita (sampai kita menemukan kemantapan) untuk memimlih. Dan apabila masih juga ragu-ragu, maka disunatkan mengulangi salat istikharah itu sampai menemukan kemantapan. Sebagaimana Rasulullah pernah menyuruh sahabat Anas bin Malik untuk mengulangi salat istikharahnya karena dia masih ragu-ragu.

Dan apabila kita berhalangan atau tidak mampu melakukan salat istikharah maka disunatkan untuk membaca doanya saja.

Wallahu a’lam

Cara Lebih Mencintai Allah

Sesungguhnya tidaklah bisa dipisahkan antara kecintaan (mahabbah) seseorang kepada Allah swt dengan keimanan (percaya) kepada-Nya. Bahkan syarat dari keimanan seseorang kepada-Nya adalah memberikan cintanya kepada-Nya dengan tulus dan sepenuhnya diatas kecintaannya kepada selainnya, sebagaimana disebutkan didalam firman-Nya :

Artinya : “Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah Amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (QS. Al Baqoroh : 165)
Tentang makna وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ (Dan orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah), Ibnu Katsir mengatakan bahwa kecintaan mereka (orang-orang beriman) kepada Allah, bentuk kesempurnaan ma’rifat (pengenalan) mereka kepada-Nya, pengesaan mereka kepada-Nya adalah mereka tidak menyekutukan Allah swt dengan sesuatu akan tetapi mereka menyembah-Nya saja, bertawakal kepada-Nya serta mengembalikan segala permasalahan mereka kepada-Nya. (Tafsir al Qur’an al Azhim juz I hal 476)
Firman Allah lainnya :

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.” (QS. Al Maidah : 54)
Serta sabda Rasulullah saw,”Tiga perkara jika itu ada pada seseorang maka ia akan merasakan manisnya iman; orang yang mana Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya, mencintai seseorang yang ia tidak mencintainya kecuali karena Allah, dan benci untuk kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkannya dari kekafiran tersebut sebagaimana ia benci untuk masuk neraka." (HR. Bukhori dan Muslim)
Markaz al Fatwa didalam penjelasannya tentang hadits diatas menyebutkan bahwa untuk menyempurnakan kecintaan seseorang kepada Allah dan menjadikannya lebih diutamakan dari kecintaan kepada yang lainnya maka menuntut pula disempurnakannya beberapa perkara berikut :
1. Keyakinan seseorang bahwa Allah swt yang mengadakan diri orang itu dari sebelumnya tidak ada, menyempurnakan nikmat-Nya kepada dirinya baik nikmat lahir maupun batin, sebagaimana firman-Nya :

Artinya : “Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An Nahl : 18)
2. Memikirkan tentang kerajaan langit dan bumi, kebesaran ciptaan-ciptaan-Nya yang menunjukkan keagungan keagungan Sang Penciptanya dan Yang Mengadakan segala sesuatu didalamnya.
3. Mentadabburi (merenungi) nama-nama dan sifat-sifat-Nya yang menunjukkan kasih sayang dan kebaikan-Nya, ilmu dan kemuliaan-Nya, kelembutan kepada hamba-hamba-Nya. sesungguhnya merenungi sifat-sifat ini mewariskan kecintan dan pengagungan Allah swt didalam hati.
4. Mengetahui bahwa segala sesuatu yang dicintai di dunia, seperti : diri sendiri, keluarga atau harta sesungguhnya berasal dari kemuliaan Sang Pemberi Nikmat yang besar, yaitu Allah swt maka mencintai Allah swt lebih utama dan didahulukan daripada mencintai segala yang dicintainya.
5. Meyakini dengan sempurna bahwa tidaklah sempurna keimanan seseorang kecuali dengan mengedepankan kecintaannya kepada Allah swt diatas segala kecintaannya terhadap segala sesuatu di dunia.
6. Berdoa kepada Allah swt bahwa Dia lah yang memberikan rezeki cinta-Nya kepadamu lalu Dia juga yang menjadikan kecintaanmu kepada-Nya lebih diutamakan diatas segala kecintaan terhadap yang lainnya. Diriwayatkan dari Daud as bahwa dia berdoa dengan doa berikut :

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ وَالْعَمَلَ الَّذِي يُبَلِّغُنِي حُبَّكَ اللَّهُمَّ اجْعَلْ حُبَّكَ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي وَأَهْلِي وَمِنْ الْمَاءِ الْبَارِدِ
Artinya : “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu kecintaan-Mu, dan kecintaan orang yang mencintai-Mu, serta amalan yang menyampaikanku kepada kecintaan-Mu. Ya Allah, jadikanlah kecintaanMu lebih aku cintai daripada diriku, keluargaku serta air dingin.”
Doa ini meski sanadnya lemah yang diriwayatkan oleh Tirmidzi namun tidak mengapa digunakan untuk berdoa. (Markaz al Fatwa, Fatwa No. 22296)
Wallahu A’lam

Keutamaan Al-qur'an

Al-Qur’an nan agung ini adl wahyu Ilahi telah diturunkan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebagai penerang petunjuk dan pedoman serta rahmat yg kekal abadi sampai hari akhir nanti sekaligus menjadi mukjizat dan bukti kebenaran risalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Dimana ketika mu’jizat-mu’jizat sebelumnya sirna ditelan masa musnah digilas perputaran roda zaman terkubur bersama wafatnya para Rasul pembawanya tetapi Al-Qur’an tetap tegak memancarkan nur Ilahi keseluruh persada bumi.
Perputaran dan pergantian waktu yg disertai dgn berubah dan beragamnya keadaan dan watak manusia tak akan melunturkannya wafatnya sang panutan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun tidak memudarkannya. Bahkan serentetan aksi pengingkaran dan penyelewengan serta pengubahan terhadap Al-Qur’an tidak membuatnya kabur sedikitpun. Itulah Al-Qur’an kitab mulia yg kekal keberadaan nya langgeng hukumnya iapun kenyal tetap sesuai dgn segala tempat bangsa dan sepanjang masa.
Betapa sempurnanya Al-Qur’an dgn hukum-hukum dan ajaran-ajaran Ilahi yg tetap aktual dan akurat. Ia berbicara tentang berbagai sudut kehi-dupan tentang aqidah ibadah etika pergaulan sesama manusia dan alam sekitarnya tentang politik ekonomi dan lain sebagainya.
Al-Qur’an satu-satunya kitab yg banyak mengandung keajaiban robbani luar biasa baik itu keindahan susunan kata dan kalimatnya ataupun gaya bahasanya tak ada yg mampu menandinginya sekalipun bangsa arab yg ahli sastera dan retorika bahkan seandainya semua manusia dan jin berkumpul dan saling menolong nicaya tidak akan mampu membuatnya. Banyak kisah-kisah di dalamnya tentang hal-hal masa lalu yg terbukti nyata pada saat sekarang ini.
Betapa agungnya Al-Qur’an dan betapa besarnya kasih sayang Allah Ta’ala kepada kita semua maka diturunkanNya Kitab mulia yg menunjukkan manusia ke jalan yg akan menyelamatkannya sekaligus menganugerahkan keutamaan-keutamaan yg tak terhingga di dalam menelusuri jalan tersebut. Berikut adl berbagai macam keutamaan yg berkenaan dgn membaca Al-Qur’an dan mempelajarinya.
Keutamaan membaca Al-Qur’an Al-Karim

    • Membaca Al-Qur’an mendatangkan rahmat Allah Ta’ala ” Sesungguhnya orang-orang yg selalu membaca Kitabullah dan mendirikan shalat serta menafkahkan sebagian rizqinya yg telah kami anugerahkan kepadanya secara diam-diam dan terang-terangan mereka mengharapkan suatu perniagaan yg tiada merugi agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karuniaNya Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha mensyukuri“. . Sebagian ulama berpendapat bahwa membaca Al-Qur’an itu lbh utama dari pada membaca tasbih tahlil dan dzikir-dzikir lainnya.
      Perumpamaan mukmin yg membaca Al-Qur’an. Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam “Perumpamaan seorang mukmin yg membaca Al-Qur’an ialah ibarat buah utrujjah baunya harum dan enak rasanya sedangkan perumpamaan orang mukmin yg tidak membaca Al-Qur’an adl ibarat buah kurma tidak berbau tapi manis rasanya. Adapun perumpamaan orang munafik yg membaca Al-Qur’an ialah bagaikan wewangian baunya harum tapi pahit rasanya sedangkan perumpamaan orang munafik yg tidak membca Al-Qur’an adl bagaikan buah hanzolah tidak berbau lagi pahit rasanya“.
      Pahala membaca Al-Qur’an. Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda “Barangsiapa membaca satu huruf dari Al-Qur’an dihitung untuknya satu kebaikan dan pahala satu kebaikan adl sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan “Aliif laam miim” itu satu huruf melainkan Aliif satu huruf Laam satu huruf dan Miim adl satu huruf“.
      Al-Qur’an menentukan tinggi atau rendahnya tempat di surga bagi pembacanya. Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam “Nanti akan dikatakan kepada pembaca Al-Qur’an “Bacalah dan naiklah bacalah ia dgn tartil seperti kamu mentartilkan bacaannya sewaktu di dunia. Sesungguhnya tempatmu itu adl berdasarkan ayat terakhir yg kamu baca“.
      Al-Qur’an akan memberi syafa’at kepada pembacanya besok di akherat Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda “Bacalah selalu Al-Qur’an sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat nanti utk memberi syafa’at kepada para pembacanya“.
      Balasan di akherat bagi orang tua yg anaknya selalu membaca dan mengamalkan Al-Qur’an Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda “Barangsiapa selalu membaca Al-Qur’an dan mengamalkannya niscaya Allah akan memakaikan mahkota kepada kedua orang tuanya besok di hari kiamat yg mana cahaya mahkota tersebut lbh indah dari cahaya matahari yg menyinari rumah-rumah dunia. Maka apakah gerangan balasan pahala yg akan dianugerahkan kepada orang yg membaca dan mengamalkan Al-Qur’an itu sendiri? ” .
      Membaca Al-Qur’an secara kontinyu adl termasuk dambaan tiap muslim Oleh krn itu mereka yg tidak sempat atau tidak mampu utk melakukannya akan merasa iri dgn yg lainnya dan inilah iri hati yg dibenarkan agama. Dalam sebuah hadits shahih Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda “Tidak diperbolehkan iri hati kecuali terhadap dua hal yakni Kepada seseorang yg dianugerahi Allah Al-Qur’an yg selalu ia lakukan siang dan malam dan kepada seseorang yg diberi Allah harta kekayaan yg selalu menafkahkannya siang dan malam“.
      Membaca Al-Qur’an akan men-datangkan ketenteraman ketenangan kedamaian dan rahmat Allah akan selalu menyertainya Rasul Shalllalllahu ‘Alaihi Wasallam telah bersabda “Jika ada sekelompok orang yg berkumpul di salah satu rumah Allah utk membaca dan mempelajari kitabullah maka akan turun kepada mereka ketentraman kedamaian dan dan mereka akan diliputi oleh rahmat serta dikelilingi oleh para malaikat. Dan Allah selalu menyebut mereka di kalangan penduduk langit“.

  • Perlunya mempelajari dan mendalami Al-Qur’an.
    Al-Qur’an adl kitabullah yg suci wahyu Ilaahi yg telah diturunkan Allah kepada Nabi pilihan Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebagai rahmat dan petunjuk bagi manusia yg mengandung cahaya robani guna menerangi jalan hidup mereka. Allah berfirman “Sesungguhnya Al-Qur’an ini selalu memberi petunjuk kepada jalan yg lurus“. “Hai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu dan telah Kami turunkan cahaya yg terang benderang “. “Hai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhan-mu dan penyembuh bagi berbagai macam penyakit dalam dada dan menjadi petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yg beriman“.
    Untuk memperoleh hikmah dari turunnya Al-Qur’an kita perlu memahami nya sehingga mengerti maksud dari tiap ayat yg dikandungnya dgn jalan mempelajarinya utk itu Allah Ta’ala berfirman “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an utk pelajaran maka adakah orang yg mengambil pelajaran?
    Ini adl suatu jaminan mutlak dari Allah Ta’ala yg tidak pernah diberikan kepada kitab-kitab sebelumnya suatu jaminan yg maha tinggi dan sangat berharga tersirat di dalamnya suatu bimbingan bagi mereka yg mengingin kan konsep hidup yg mapan demi meraih kesejahteraan di dunia dan akherat. Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam selaku penerima wahyu Ilahi ini yg telah mengetahui dgn pasti tentang kebenaran Al-Qur’an memerintahkan ummatnya utk selalu mempelajarinya sebagaimana sabdaNya “Bahwasanya Al-Qur’an ini adl hidangan Allah maka belajarlah dari hidanganNya semampu kamu“.
    Mempelajari Al-Qur’an tidak sebatas hanya belajar membaca saja tetapi ter masuk juga memikirkan memahami mendalami dan sekaligus melaksanakan ajaran-ajarannya. Firman Allah Ta’ala “Ini adl sebuah Kitab yg Kami turunkan kepadamu penuh dgn berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yg mempunyai pikiran”. “Maka apakah mereka tidak memper hatikan Al-Qur’an ataukah hati mereka terkunci?
    Keutamaan mempelajari dan mendalami Al-Qur’an.
    • Orang yg paling baik adl yg mempelajari Al-Qur’an kemudian mengajarkannya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda “Sebaik-baik kamu adl orang yg mempelajari Al-Qur’an lantas mengajarkannya“.
      Allah akan meninggikan atau merendahkan derajat suatu kaum lantaran Al-Qur’an. Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam “Bahwasanya lantaran Al-Qur’an ini Allah mengangkat derajat suatu kaum dan merendahkan derajat yg lainnya“.
      Orang yg pandai membaca Al-Qur’an dan selalu membacanya akan bersama para malaikat. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda “Orang yg selalu membaca Al-Qur’an dan ia pandai dalam hal itu akan bersama para malaikat yg mulia. Sedangkan orang yg membaca Al-Qur’an dgn terbata-bata dan merasa kesulitan dalam membacanya ia akan mendapatkan dua pahala“.

  • Oleh Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia - Al-Islam
    sumber file al_islam.chm

    Keutamaan Al-qur'an

    Al-Qur’an nan agung ini adl wahyu Ilahi telah diturunkan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebagai penerang petunjuk dan pedoman serta rahmat yg kekal abadi sampai hari akhir nanti sekaligus menjadi mukjizat dan bukti kebenaran risalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Dimana ketika mu’jizat-mu’jizat sebelumnya sirna ditelan masa musnah digilas perputaran roda zaman terkubur bersama wafatnya para Rasul pembawanya tetapi Al-Qur’an tetap tegak memancarkan nur Ilahi keseluruh persada bumi.
    Perputaran dan pergantian waktu yg disertai dgn berubah dan beragamnya keadaan dan watak manusia tak akan melunturkannya wafatnya sang panutan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun tidak memudarkannya. Bahkan serentetan aksi pengingkaran dan penyelewengan serta pengubahan terhadap Al-Qur’an tidak membuatnya kabur sedikitpun. Itulah Al-Qur’an kitab mulia yg kekal keberadaan nya langgeng hukumnya iapun kenyal tetap sesuai dgn segala tempat bangsa dan sepanjang masa.
    Betapa sempurnanya Al-Qur’an dgn hukum-hukum dan ajaran-ajaran Ilahi yg tetap aktual dan akurat. Ia berbicara tentang berbagai sudut kehi-dupan tentang aqidah ibadah etika pergaulan sesama manusia dan alam sekitarnya tentang politik ekonomi dan lain sebagainya.
    Al-Qur’an satu-satunya kitab yg banyak mengandung keajaiban robbani luar biasa baik itu keindahan susunan kata dan kalimatnya ataupun gaya bahasanya tak ada yg mampu menandinginya sekalipun bangsa arab yg ahli sastera dan retorika bahkan seandainya semua manusia dan jin berkumpul dan saling menolong nicaya tidak akan mampu membuatnya. Banyak kisah-kisah di dalamnya tentang hal-hal masa lalu yg terbukti nyata pada saat sekarang ini.
    Betapa agungnya Al-Qur’an dan betapa besarnya kasih sayang Allah Ta’ala kepada kita semua maka diturunkanNya Kitab mulia yg menunjukkan manusia ke jalan yg akan menyelamatkannya sekaligus menganugerahkan keutamaan-keutamaan yg tak terhingga di dalam menelusuri jalan tersebut. Berikut adl berbagai macam keutamaan yg berkenaan dgn membaca Al-Qur’an dan mempelajarinya.
    Keutamaan membaca Al-Qur’an Al-Karim

    • Membaca Al-Qur’an mendatangkan rahmat Allah Ta’ala ” Sesungguhnya orang-orang yg selalu membaca Kitabullah dan mendirikan shalat serta menafkahkan sebagian rizqinya yg telah kami anugerahkan kepadanya secara diam-diam dan terang-terangan mereka mengharapkan suatu perniagaan yg tiada merugi agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karuniaNya Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha mensyukuri“. . Sebagian ulama berpendapat bahwa membaca Al-Qur’an itu lbh utama dari pada membaca tasbih tahlil dan dzikir-dzikir lainnya.
      Perumpamaan mukmin yg membaca Al-Qur’an. Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam “Perumpamaan seorang mukmin yg membaca Al-Qur’an ialah ibarat buah utrujjah baunya harum dan enak rasanya sedangkan perumpamaan orang mukmin yg tidak membaca Al-Qur’an adl ibarat buah kurma tidak berbau tapi manis rasanya. Adapun perumpamaan orang munafik yg membaca Al-Qur’an ialah bagaikan wewangian baunya harum tapi pahit rasanya sedangkan perumpamaan orang munafik yg tidak membca Al-Qur’an adl bagaikan buah hanzolah tidak berbau lagi pahit rasanya“.
      Pahala membaca Al-Qur’an. Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda “Barangsiapa membaca satu huruf dari Al-Qur’an dihitung untuknya satu kebaikan dan pahala satu kebaikan adl sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan “Aliif laam miim” itu satu huruf melainkan Aliif satu huruf Laam satu huruf dan Miim adl satu huruf“.
      Al-Qur’an menentukan tinggi atau rendahnya tempat di surga bagi pembacanya. Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam “Nanti akan dikatakan kepada pembaca Al-Qur’an “Bacalah dan naiklah bacalah ia dgn tartil seperti kamu mentartilkan bacaannya sewaktu di dunia. Sesungguhnya tempatmu itu adl berdasarkan ayat terakhir yg kamu baca“.
      Al-Qur’an akan memberi syafa’at kepada pembacanya besok di akherat Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda “Bacalah selalu Al-Qur’an sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat nanti utk memberi syafa’at kepada para pembacanya“.
      Balasan di akherat bagi orang tua yg anaknya selalu membaca dan mengamalkan Al-Qur’an Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda “Barangsiapa selalu membaca Al-Qur’an dan mengamalkannya niscaya Allah akan memakaikan mahkota kepada kedua orang tuanya besok di hari kiamat yg mana cahaya mahkota tersebut lbh indah dari cahaya matahari yg menyinari rumah-rumah dunia. Maka apakah gerangan balasan pahala yg akan dianugerahkan kepada orang yg membaca dan mengamalkan Al-Qur’an itu sendiri? ” .
      Membaca Al-Qur’an secara kontinyu adl termasuk dambaan tiap muslim Oleh krn itu mereka yg tidak sempat atau tidak mampu utk melakukannya akan merasa iri dgn yg lainnya dan inilah iri hati yg dibenarkan agama. Dalam sebuah hadits shahih Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda “Tidak diperbolehkan iri hati kecuali terhadap dua hal yakni Kepada seseorang yg dianugerahi Allah Al-Qur’an yg selalu ia lakukan siang dan malam dan kepada seseorang yg diberi Allah harta kekayaan yg selalu menafkahkannya siang dan malam“.
      Membaca Al-Qur’an akan men-datangkan ketenteraman ketenangan kedamaian dan rahmat Allah akan selalu menyertainya Rasul Shalllalllahu ‘Alaihi Wasallam telah bersabda “Jika ada sekelompok orang yg berkumpul di salah satu rumah Allah utk membaca dan mempelajari kitabullah maka akan turun kepada mereka ketentraman kedamaian dan dan mereka akan diliputi oleh rahmat serta dikelilingi oleh para malaikat. Dan Allah selalu menyebut mereka di kalangan penduduk langit“.

  • Perlunya mempelajari dan mendalami Al-Qur’an.
    Al-Qur’an adl kitabullah yg suci wahyu Ilaahi yg telah diturunkan Allah kepada Nabi pilihan Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebagai rahmat dan petunjuk bagi manusia yg mengandung cahaya robani guna menerangi jalan hidup mereka. Allah berfirman “Sesungguhnya Al-Qur’an ini selalu memberi petunjuk kepada jalan yg lurus“. “Hai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu dan telah Kami turunkan cahaya yg terang benderang “. “Hai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhan-mu dan penyembuh bagi berbagai macam penyakit dalam dada dan menjadi petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yg beriman“.
    Untuk memperoleh hikmah dari turunnya Al-Qur’an kita perlu memahami nya sehingga mengerti maksud dari tiap ayat yg dikandungnya dgn jalan mempelajarinya utk itu Allah Ta’ala berfirman “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an utk pelajaran maka adakah orang yg mengambil pelajaran?
    Ini adl suatu jaminan mutlak dari Allah Ta’ala yg tidak pernah diberikan kepada kitab-kitab sebelumnya suatu jaminan yg maha tinggi dan sangat berharga tersirat di dalamnya suatu bimbingan bagi mereka yg mengingin kan konsep hidup yg mapan demi meraih kesejahteraan di dunia dan akherat. Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam selaku penerima wahyu Ilahi ini yg telah mengetahui dgn pasti tentang kebenaran Al-Qur’an memerintahkan ummatnya utk selalu mempelajarinya sebagaimana sabdaNya “Bahwasanya Al-Qur’an ini adl hidangan Allah maka belajarlah dari hidanganNya semampu kamu“.
    Mempelajari Al-Qur’an tidak sebatas hanya belajar membaca saja tetapi ter masuk juga memikirkan memahami mendalami dan sekaligus melaksanakan ajaran-ajarannya. Firman Allah Ta’ala “Ini adl sebuah Kitab yg Kami turunkan kepadamu penuh dgn berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yg mempunyai pikiran”. “Maka apakah mereka tidak memper hatikan Al-Qur’an ataukah hati mereka terkunci?
    Keutamaan mempelajari dan mendalami Al-Qur’an.
    • Orang yg paling baik adl yg mempelajari Al-Qur’an kemudian mengajarkannya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda “Sebaik-baik kamu adl orang yg mempelajari Al-Qur’an lantas mengajarkannya“.
      Allah akan meninggikan atau merendahkan derajat suatu kaum lantaran Al-Qur’an. Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam “Bahwasanya lantaran Al-Qur’an ini Allah mengangkat derajat suatu kaum dan merendahkan derajat yg lainnya“.
      Orang yg pandai membaca Al-Qur’an dan selalu membacanya akan bersama para malaikat. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda “Orang yg selalu membaca Al-Qur’an dan ia pandai dalam hal itu akan bersama para malaikat yg mulia. Sedangkan orang yg membaca Al-Qur’an dgn terbata-bata dan merasa kesulitan dalam membacanya ia akan mendapatkan dua pahala“.

  • Oleh Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia - Al-Islam
    sumber file al_islam.chm

    Tata cara mandi wajib yang benar

    Tata Cara Mandi Wajib yang Benar” ketegori Muslim. Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh
    Saya ingin mengerti tata cara mandi wajib yang benar itu bagaimana?
    WAssalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh
    Kisworo Djati, S.Pd
    Jawaban
    Assalamu ‘alakum warahmatullahi wabarakatuh, Secara ringkas, yang pertama dilakukan adalah kedua tangan dicuci, kemudian mandi kepala, kemudian terus dari bagian sebelah kanan, kemudian kiri, terakhir cuci kaki.
    Adapun urutan-urutan tata cara mandi junub, adalah sebagai berikut:

  • Mencuci kedua tangan dengan tanah atau sabun lalu mencucinya sebelum dimasukkan ke wajan tempat air.

  • Menumpahkan air dari tangan kanan ke tangan kiri.

  • Mencuci kemaluan dan dubur.

  • Najis-najis dibersihkan.

  • Berwudhu sebagaimana untuk shalat, dan menurut jumhur disunnahkan untuk mengakhirkan mencuci kedua kaki.

  • Memasukan jari-jari tangan yang basah dengan air ke sela-sela rambut, sampai ia yakin bahwa kulit kepalanya telah menjadi basah.

  • Menyiram kepala dengan 3 kali siraman.

  • Membersihkan seluruh anggota badan.

  • Mencuci kaki.
    Semua hal di atas disusun berdasarkan hadits shahih yang disepakati oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
    Aisyah RA berkata, Ketika mandi janabah, Nabi SAW memulainya dengan mencuci kedua tangannya, kemudian ia menumpahkan air dari tangan kanannya ke tangan kiri lalu ia mencuci kemaluannya kemudia berwudku seperti wudhu` orang shalat. Kemudian beliau mengambil air lalu memasukan jari-jari tangannya ke sela-sela rambutnya, dan apabila ia yakin semua kulit kepalanya telah basah beliau menyirami kepalnya 3 kali, kemudia beliau membersihkan seluruh tubhnya dengan air kemudia diakhir beliau mencuci kakinya.
    Namun hadits ini bukan satu-satunya hadits yang menerangkan tentang sifat mandi janabah.
    Rukun dan Sunnah Mandi Janabah
    Lalu para ulama memilah mana yang merupakan pokok dalam mandi janabah, sehingga tidak boleh ditinggalkan, mana yang merupakan sunnah sehingga bila ditinggalkan tidak merusak sah-nya mandi janabah itu.
    A. Rukun
    Untuk melakukan mandi janabah, maka ada 3 hal yang harus dikerjakan karena merupakan rukun/pokok:
    1. Niat. Sabda Nabi SAW: Semua perbuatan itu tergantung dari niatnya.
    2. Menghilangkan Najis Kalau Ada di Badan
    Menghilangkan najis dari badan sesunguhnya merupakan syarat sahnya mandi janabah. Dengan demikian, bila seorang akan mandi janabah, disyaratkan sebelumnya untuk memastikan tidak ada lagi najis yang masih menempel di badannya.
    Caranya bisa dengan mencucinya atau dengan mandi biasa dengan sabun atau pembersih lainnya. Adapun bila najisnya tergolong najis berat, maka wajib mensucikannya dulu dengan air tujuh kali dan salah satunya dengan tanah.
    3. Meratakan Air Hingga ke Seluruh Badan
    Seluruh badan harus rata mendapatkan air, baik kulit maupun rambut dan bulu. Baik akarnya atau pun yang terjuntai. Semua penghalang wajib dilepas dan dihapus, seperti cat, lem, pewarna kuku atau pewarna rambut bila bersifat menghalangi masuknya air.
    Sedangkan pacar kuku dan tato, tidak bersifat menghalangi sampainya air ke kulit, sehingga tetap sah mandinya, lepas dari masalah haramnya membuat tato.
    B. Sunnah-sunnah yang Dianjurkan dalam Mandi Janabah:

  • Membaca basmalah.

  • Membasuh kedua tangan sebelum memasukkan ke dalam air

  • Berwudhu` sebelum mandi Aisyah RA berkata,`Ketika mandi janabah, Nabi SAW berwudku seperti wudhu` orang shalat. .

  • Menggosokkan tangan ke seluruh anggota tubuh. Hal ini untuk membersihkan seluruh anggota badan.

  • Mendahulukan anggota kanan dari anggota kiri seperti dalam berwudhu’
    Wallahu a’lam bishshawab, Wassalamu ‘alakum warahmatullahi wabarakatuh,

  • Hukum Wanita Bekerja

    Hukum Wanita Bekerja (Keputusan Majlis Fiqh Dunia)

    Oleh : Zaharuddin Abd Rahman,
    http://www.zaharuddin.net/

    Islam membenarkan isteri bekerja tetapi semua kebenaran tadi adalah diikat dengan syarat-syaratnya.

    Keharusan ini termasuk dalam umum ayat Allah SWT yaitu :-

    للرجال نصيب مما اكتسبوا وللنساء نصيب مما اكتسبن

    "Bagi lelaki bahagian yang ia usahakan dan bagi wanita bahagian yang ia usahakan" ( An-Nisa : 32 )

    Nabi SAW pula telah menyebutkan bahawa : ما أكل أحد طعاما قط خيرا من أن يأكل من عمل يده

    "Tiada seorang pun yang makan lebih baik dari orang yang makan hasil dari tangannya sendiri"
    ( Riwayat, Al-Bukhari, no 1966, Fath Al-bari, 4/306)

    Disebut juga dalam sebuah hadith dhoif :

    من بات كالاًّ من عمل يده بات مغفورًا له

    "Siapa yang tidur dengan keletihan dari kerja tangannya sendiri, ia tidur dalam keadaan diampunkan oleh Allah SWT" ( Riwayat Ibn 'Asakir & At-Tabrani ; Al-Haithami dalam Majma Az-Zawaid : Ramai perawinya tidak aku kenali )

    Justru, bekerja dan mencari nafqah adalah wajib bagi lelaki yang tiada sebarang keuzuran tubuh dan aqal bagi menanggung isteri dan keluarganya manakala wanita pada asasnya, hukum Islam meletakkannya untuk berperanan di rumah dan keluarga bagaimanapun wanita tidak dilarang bekerja di luar rumah jika terdapat keperluan serta mampu menepati syarat-syarat yang ditetapkan Islam.
    Isu ini tidak dibincangkan meluas di zaman Nabi atau sahabat kerana terlalu kurang keperluan untuk itu pada zaman tersebut ( Nizam Al-Usrah, Dr Uqlah Al-Ibrahim, 2/280)

    Pesan Sejarah Wanita Bekerja di Zaman Nabi

    Kebanyakan wanita di zaman Nabi dahulu tidak bekerja di luar rumah dan hanya bekerja di sekitar rumahnya sahaja. Cuma sebagian wanita islam adakalanya bertugas di luar rumah sekali sekala berdasarkan keperluan.

    Ummu Atiyah sebagai contoh yang bertugas menguruskan jenazah wanita Islam di Madinah, merawat lelaki yang cedera di medan peperangan disamping itu menyediakan makanan buat pejuang-pejuang Islam.

    Termasuk juga adalah Rufaydah Al-Aslamiyyah, yang merupakan doktor wanita Islam pertama yang mana Nabi SAW menyediakan sebuah khemah khas di masjid Nabi untuk tujuan rawatan bagi pejuang Islam yang cedera ketika peperangan 'Khandaq'.

    Demikian juga Ar-Rabaiyyi` bint Mu`awwiz and Umm Sulaim yang bertugas di luar rumah untuk memberi minuman dan makanan kepada pejuang. Ash-Shifa' binti `Abdullah pula pernah bertugas sebagai guru yang mengajar wanita-wanita islam membaca dan menulis di ketika baginda nabi Muhammad SAW masih hidup.

    Umm Mihjan pula bertugas sebagai pembantu membersihkan masjid nabi sehingga ketika ia meninggal dunia, nabi tercari-carinya dan diberitahu kemudiannya, ia telah meninggal dunia. Sebagai penghormatan, baginda Nabi SAW pergi di kuburnya lalu menunaikan solat jenazah buatnya.

    Selain itu, Khalifah `Umar ibn Al-Khattab juga pernah melantik wanita bernama Ash-Shifa' untuk menjalankan tugas al-hisbah atau 'Shariah auditor' di pasar di ketika itu bagi memastikan ia dijalankan menepati Shariah.

    Semua ini menunjukkan keharusannya, cuma semua keharusan tadi diikat dengan syarat tertentu sebagaimana yang disebut oleh Prof. Dr Md Uqlah Al-Ibrahim antaranya
    ( Nizam Al-Usrah, 2/282 ; Al-Mar'ah Bayna Al-bayt Wal Mujtama', hlm 18) :

    1) Terdapat keperluan : menyebabkan ia terpaksa keluar dari tanggungjawab asalnya (yaitu peranan utama kepada rumahtangga) seperti :
    a. Kematian suami dan memerlukan belanja kehidupan.
    b. Memberikan bantuan kepada dua ibu bapa yang sangat miskin atau suami yang uzur tubuhnya.
    c. Membantu bisnis suami yang memerlukan banyak tenaga dan biaya.
    d. Mempunyai keistemewaan yang hebat sehinggakan kemahiran ini sangat diperlukan oleh masyarakat umumnya (spesialis).

    2) Mestilah kerja ini bersesuaian dengan fitrah seorang wanita dan kemampuan fizikalnya.

    3) Mestilah keluarnya untuk bekerja dengan menutup aurat dan sentiasa menjauhi fitnah di tempat kerja.

    4) Mestilah kerjanya tidak memerlukannya berdua-duaan(khalwat) dan bercampur baur dengan lelaki (ikhtilat tanpa batas/sering bersinggungan langsung).

    Sebagaimana antara dalil yang menunjukkan keperluan untuk tidak bercampur dan berasak-asak dengan kumpulan lelaki sewaktu bekerja adalah firman Allah SWT :

    وَلَمَّا وَرَدَ مَاء مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِّنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِن دُونِهِمُ امْرَأتَيْنِ تَذُودَانِ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لَا نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاء وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ

    "Dan tatkala ia ( Musa a.s) sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang (lelaki) yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia mendapati di belakang lelaki-lelaki itu, ada dua orang wanita yang sedang memegang (ternaknya dengan terasing dari lelaki).

    Musa berkata: ""Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?"" Kedua wanita itu menjawab: ""Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya" (Al-Qasas : 24 )

    5) Mendapat izin wali atau suami.

    6) Mestilah kerjayanya tidak menyebabkan terganggu dan terhentinya tanggung jawab di rumah terhadap anak serta suami. (Nazarat Fi Kitab As-Sufur, hlm 84)

    7) Tujuan dan niat utama bekerja bukanlah kerana keasyikan dan keghairahan kepada mengumpul harta dan niat semata-mata menyaingi lelaki.

    8) Mestilah berhenti sekiranya terdapat keperluan dan kecatatan dalam pendidikan anak-anak.

    9) Digalakkan/niatkan kerjanya dilakukan dalam tempoh waktu tertentu saja dan bukan selama-lamanya. Sepatutnya berhenti sejurus suami mempunyai kemampuan menanggung seluruh keluarga dengan baik. Kecuali jika mempunyai kualitasi yang amat diperlukan oleh masyarakat umum.

    Sebagai panduan buat suami isteri bekerja, disertakan keputusan majlis Fiqh Sedunia tentang perkara berkaitan.

    Keputusan Majlis Fiqh Sedunia dalam persidangan yang ke-16 bertempat di Dubai pada 9-14 April 2005 telah membuat ketetapan seperti berikut :

    1. Pemisahan tanggungan harta di antara suami isteri

    Isteri mempunyai kelayakan sepenuhnya dan hak harta yang tersendiri. Menurut hukum Shariah, isteri mempunyai hak penuh terhadap (harta) yang diusahakan, samada untuk menggunakannya, memiliki sesuatu, membelanjakannya sementara suami tidak punyai sebarang berkuasa ke atas harta isterinya itu. Isteri juga tidak perlu mendapat izin suami dalam pemilikan hartanya itu dan cara belanjakannya.

    2. Nafkah perkahwinan

    Seorang isteri berhak menerima nafkah yang telah ditetapkan mengikut kemampuan suami bersesuaian dengan uruf yang benar juga kebiasaan masyarakat setempat yang diterima syara'. Kewajipan memberi nafkah ini tidak gugur kecuali jika berlaku nusyuz (di pihak isteri).

    3. Isteri keluar bekerja

    * Tanggungjawab asas bagi seorang isteri ialah mengurus keluarga, mendidik anak-anak dan memberi sepenuh perhatian terhadap generasi masa depan itu. Walaubagaimanapun, di ketika perlu, isteri berhak untuk bekerja dalam bidang yang bersesuaian dengan tabiat dan kemahirannya menurut uruf yang diiktiraf syara' dengan syarat hendaklah dia beriltizam (menjaga) hukum-hukum agama.
    * Kewajipan suami memberi nafkah kepada isteri yang berkerja tidak gugur menurut Islam, selagi mana tidak berlaku ketika keluarnya isteri tersebut untuk bekerja menyebabkan berlakunya isteri 'nusyuz', tatkala itu gugur kewajipan suami memberi nafkah kepada isterinya yang nusyuz.


    4. Isteri turut serta membiayai perbelanjaan keluarga

    * Menurut pandangan Islam, dari awal mula lagi, isteri tidak wajib berkongsi peranan membiayai nafkah (perbelanjaan) yang diwajibkan ke atas suami. Suami juga tidak harus mewajibkan isteri membantunya (dengan bekerja).
    * Kerelaan seorang isteri untuk turut berperanan membantu perbelanjaan keluarga merupakan suatu perkara dibenarkan menurut pandangan syara' demi menjayakan makna bantu membantu dan bertolak ansur di antara suami isteri.
    * Diharuskan untuk membuat persefahaman dan persepakatan di antara suami isteri akan cara pengurusan pendapatan merkea termasuk pendapatan yang diperolehi oleh isteri.
    * Jika keluarnya isteri bekerja memerlukan kos tambahan, maka isteri menanggung sendiri kos tersebut ( seperti pengangkutan dan lain-lain)

    5. Kerja Sebagai Syarat

    * Seorang isteri dibenarkan untuk meletakkan syarat pada akad perkahwinannya bahwa ia hendaklah dibenarkan bekerja, apabila suami redha dengan syarat itu, ia menjadi kemestian baginya untuk membenarkan (setelah kahwin). Syarat itu hendaklah dinyatakan secara jelas ketika akad.
    * Suami pula harus meminta isteri meninggalkan kerjayanya walaupun sebelum ini ia membenarkannya, iaitu sekiranya meninggalkan pekerjaan itu dibuat atas tujuan kepentingan keluarga dan anak-anak.
    * Tidak harus, pada pandangan syara' bagi seorang suami untuk menjadikan keizinannya kepada isteri untuk bekerja dengan syarat isteri hendaklah membantu perbelanjaan keluarga yang diwajibkan ke atas suami; tidak harus juga suami mensyaratkan isteri memberi sebahagian daripada pendapatannya kepada suami.
    * Suami tidak boleh memaksa isteri untuk keluar bekerja.

    6. Perkongsian isteri dalam pemilikan harta

    Apabila isteri benar-benar turut menyumbang harta dan pendapatannya bagi mendapatkan dan memilki rumah, aset tetap atau sebarang projek perniagaan, ketika itu isteri mempunyai hak perkongsian pemilikan terhadap rumah atau projek tersebut mengikut kadar harta yang disumbangkannya.

    7. Penyalahgunaan hak dalam bidang pekerjaan
    * Sebuah perkahwinan itu mempunyai beberpaa kewajiban bersama yang patut ditanggung oleh pasangan suami isteri dan ia ditentukan oleh Shariah Islam dengan jelas. Justeru hendaklah perhubungan antara suami isteri dibina adalah landasan keadilan, tolak ansur dan saling menyayangi. Sebarang tindakan yang melangkaui batasan berkenaan adalah haram pada kacamata syara'.
    * Seorang suami tidak harus menyalahgunakan haknya sebagai suami untuk menghalang isteri bekerja atau memintanya meninggalkan kerjayanya sekiranya ia hanya bertujuan untuk memudaratkannya (isteri) atau diyakini tindakan itu hanya akan menyebabkan keburukan melebihi kepentingan yang diperolehi.
    * Demikian juga halnya ke atas isteri (tidak harus menyalahgunakan keizinan dan hak yang diberikan), iaitu jika ia berterusan dengan kerjayanya hingga menyebabkan mudarat kepada suami dan keluarga atau melebihi maslahat yang diharapkan. Tamat terjemahan

    Kesimpulan Penulis
    * Fitrah wanita menuntut perhatian utama mereka untuk suami, anak dan keluarga. Dan silibus kejayaan mereka adalah dalam bidang ini.
    * Wanita dibenarkan bekerja jika keperluan yang disebutkan di atas benar-benar berlaku.
    * Walaupun wanita dibenarkan bekerja, ia tidak bererti suami boleh duduk berehat jaga anak di rumah. Sepatutnya suami perlu meningkatkan kualiti diri untuk lebih kehadapan sehingga boleh menanggung keluarga tanpa bantuan isteri.
    * Suami isteri bekerja adalah diterima dalam Islam selagi mereka tahu dan bijak merancang pendidikan dan penjagaan anak-anak dan tidak digalakkan isteri berterusan bekerja tanpa sebab-sebab yang mendesak. Sekadar disandarkan oleh perasaan untuk lebih bermewah dan mudah membeli belah (sehingga mengadaikan masa depan anak dan keluarga) dengan menggunakan duit sendiri adalah tidak diterima oleh Islam.
    * Menurut Syeikh Prof Dr Md 'Uqlah, tugas asasi wanita adalah amat besar iaitu sebagai penentu dan pencipta kerjaya seluruh manusia ( menurut asbab kepada hukum alam ),
    * Komen saya : ini kerana mereka diberikan kedudukan oleh Islam untuk mencorak segala pemimpin lelaki masa akan datang iaitu dari kecil hingga besar. Malangnya mereka tidak menganggap besar dan mulianya tugasan itu sehingga mereka mencari kerjaya di luar rumah yang menghasilkan sedikit gaji yang dicintainya. Justeru, kembalilah sebagai pencipta kejayaan lelaki dan wanita dari rumah. Ia adalah silibus kejayaan wanita dalam Islam.

    Sekian,

    Zaharuddin Abd Rahman
    http://www.zaharuddin.net/
    24 Ogos 2007

    Semoga Bermanfaat
    11 Syaaban 1428 H

    Istriku Bukan Bidadari, Tapi Aku Pun Bukan Malaikat

    Alhamdulillah, salawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, dan sahabatnya.
    Anda telah berkeluarga? Bagaimana pengalaman Anda selama mengarungi bahtera rumah tangga? Semulus dan seindah yang Anda bayangkan dahulu?
    Mungkin saja Anda menjawab, “Tidak.”
    Akan tetapi, izinkan saya berbeda dengan Anda, “Ya,” bahkan lebih indah daripada yang saya bayangkan sebelumnya.

    Saudaraku, kehidupan rumah tangga memang penuh dengan dinamika, lika-liku, dan pasang surut. Kadang Anda senang, dan kadang Anda bersedih. Tidak jarang, Anda tersenyum di hadapan pasangan Anda, dan kadang kala Anda cemberut dan bermasam muka.
    Bukankah demikian, Saudaraku?
    Berbagai tantangan dan tanggung jawab dalam rumah tangga senantiasa menghiasi hari-hari Anda. Semakin lama umur pernikahan Anda, maka semakin berat dan bertambah banyak perjuangan yang harus Anda tunaikan.
    Tanggung jawab terhadap putra-putri, pekerjaan, karib kerabat, masyarakat, dan lain sebagainya.
    Di antara tanggung jawab yang tidak akan pernah lepas dari kehidupan Anda ialah tanggung jawab terhadap pasangan hidup Anda.
    Sebelum menikah, sah-sah saja Anda sebagai calon suami membayangkan bahwa pasangan hidup Anda cantik rupawan, bangsawan, kaya raya, patuh, pandai mengurus rumah, penyayang, tanggap, sabar, dan berbagai gambaran indah.
    Bukankah demikian, Saudaraku?
    تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
    “Biasanya, seorang wanita dinikahi karena empat pertimbangan: harta kekayaannya, kedudukannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka, hendaknya engkau lebih memilih wanita yang beragama, niscaya engkau beruntung.” (Muttafaqun ‘alaihi)
    Al-Qurthubi menjelaskan makna hadits ini dengan berkata, “Empat pertimbangan inilah yang biasanya mendorong seorang lelaki untuk menikahi seorang wanita. Dengan demikian, hadits ini sebatas kabar tentang fakta yang terjadi di masyarakat, dan bukan perintah untuk menjadikannya sebagai pertimbangan. Secara tekstual pun, hadits ini menunjukkan bahwa dibolehkan menikahi seorang wanita dengan keempat pertimbangan itu. Akan tetapi, hendaknya pertimbangan agama lebih didahulukan.”
    Keterangan al-Qurthubi ini semakna dengan hadits yang diriwayatkan oleh shahabat Abdullah bin Amr al-’Ash radhiyallahu ‘anhu, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
    لاَ تَزَوَّجُوا النِّسَاءَ لِحُسْنِهِنَّ فَعَسَى حُسْنُهُنَّ أَنْ يُرْدِيَهُنَّ وَلاَ تَزَوَّجُوهُنَّ لِأَمْوَالِهِنَّ فَعَسَى أَمْوَالُهُنَّ أَنْ تُطْغِيَهُنَّ وَلَكِنْ تَزَوَّجُوهُنَّ عَلَى الدِّينِ وَلَأَمَةٌ خَرْمَاءُ سَوْدَاءُ ذَاتُ دِينٍ أَفْضَلُ
    ‘Janganlah engkau menikahi wanita hanya karena kecantikan parasnya, karena bisa saja parasnya yang cantik menjadikannya sengsara. Jangan pula engkau menikahinya karena harta kekayaannya, karena bisa saja harta kekayaan yang ia miliki menjadikan lupa daratan. Akan tetapi, hendaklah engkau menikahinya karena pertimbangan agamanya. Sungguh, seorang budak wanita berhidung pesek dan berkulit hitam, tetapi ia patuh beragama, lebih utama dibanding mereka semua.’” (Hr. Ibnu Majah; oleh al-Albani dinyatakan sebagai hadits yang lemah)
    Akan tetapi, sekarang, setelah Anda menikah, terwujudkah seluruh impian dan gambaran yang dahulu terlukis dalam lamunan Anda?
    Bila benar-benar seluruh impian Anda terwujud pada pasangan hidup Anda, maka saya turut mengucapkan selamat berbahagia di dunia dan akhirat. Bila tidak, maka tidak perlu berkecil hati atau kecewa.
    Saudaraku, besarkan hati Anda, karena nasib serupa tidak hanya menimpa Anda seorang, tetapi juga menimpa kebanyakan umat manusia.
    عَنْ أَبِى مُوسَى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كَمُلَ مِنَ الرِّجَالِ كَثِيرٌ، وَلَمْ يَكْمُلْ مِنَ النِّسَاءِ إِلاَّ آسِيَةُ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ، وَمَرْيَمُ بِنْتُ عِمْرَانَ، وَإِنَّ فَضْلَ عَائِشَةَ عَلَى النِّسَاءِ كَفَضْلِ الثَّرِيدِ عَلَى سَائِرِ الطَّعَامِ
    Abu Musa radhiyallahu ‘anhu menuturkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Banyak lelaki yang berhasil menggapai kesempurnaan, sedangkan tidaklah ada dari wanita yang berhasil menggapainya kecuali Asiyah istri Fir’aun dan Maryam binti Imran. Sesungguhnya, kelebihan Aisyah dibanding wanita lainnya bagaikan kelebihan bubur daging [1] dibanding makanan lainnya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
    Saudaraku, berbahagia dan berbanggalah dengan pasangan hidup Anda, karena pasangan hidup Anda adalah wanita terbaik untuk Anda!
    Anda tidak percaya? Silakan Anda membuktikannya. Bacalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini, lalu terapkanlah pada istri Anda.
    لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ
    “Tidak pantas bagi lelaki yang beriman untuk meremehkan wanita yang beriman. Bila ia tidak menyukai satu perangai darinya, pasti ia puas dengan perangainya yang lain.” (Hr. Muslim)
    Saudaraku, Anda kecewa karena istri Anda kurang pandai memasak? Tidak perlu khawatir, karena ternyata istri Anda adalah penyayang.
    Anda kurang puas dengan istri Anda yang kurang pandai mengurus rumah dan kurang sabar? Tidak usah berkecil hati, karena ia begitu cantik rupawan.
    Anda berkecil hati karena istri Anda kurang cantik? Segera besarkan hati Anda, karena ternyata istri Anda subur sehingga Anda mendapatkan karunia keturunan yang shalih dan shalihah. Coba Anda bayangkan, betapa besar penderitaan Anda bila Anda menikahi wanita cantik akan tetapi mandul.
    Demikianlah seterusnya.
    Tidak etis dan tidak manusiawi bila Anda hanya pandai mengorek kekurangan istri, namun Anda tidak mahir dalam menemukan kelebihan-kelebihannya. Buktikan Saudaraku, bahwa Anda benar-benar seorang suami yang berjiwa besar, sehingga Anda peka dan lihai dalam membaca kelebihan pasangan Anda.
    Dahulu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu peka dan mahir dalam membaca segala hal, termasuk suasana hati istrinya. Aisyah mengisahkan,
    قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: إِنِّي لَأَعْلَمُ إِذَا كُنْتِ عَنِّي رَاضِيَةً، وَإِذَا كُنْتِ عَلَيَّ غَضْبَى . قَالَتْ: فَقُلْتُ مِنْ أَيْنَ تَعْرِفُ ذَلِكَ، فَقَالَ: أَمَّا إِذَا كُنْتِ عَنِّي رَاضِيَةً فَإِنَّكِ تَقُولِيْنَ لاَ وَرَبِّ مُحَمَّدٍ، وَإِذَا كُنْتِ غَضْبَى قُلْتِ لاَ وَرَبِّ إِبْرَاهِيمَ. قَالَتْ: قُلْتُ أَجَلْ وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا أَهْجُرُ إِلاَّ اسْمَكَ
    “Pada suatu hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku, ‘Sungguh, aku mengetahui bila engkau ridha kepadaku, demikian pula bila engkau sedang marah kepadaku.’ Spontan, Aisyah bertanya, ‘Darimana engkau dapat mengetahui hal itu?’ Rasulullah menjawab, ‘Bila engkau sedang ridha kepadaku, maka ketika engkau bersumpah, engkau berkata, ‘Tidak, demi Tuhan Muhammad. Adapun bila engkau sedang dirundung amarah, maka ketika engkau bersumpah, engkau berkata, ‘Tidak, demi Tuhan Ibrahim.’’ Mendengar penjelasan ini, Aisyah menimpalinya dan berkata, ‘Benar, sungguh demi Allah, wahai Rasulullah, ketika aku marah, tiada yang aku tinggalkan, kecuali namamu saja.’” (Muttafaqun ‘alaihi)
    Demikianlah teladan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau begitu peka dengan suasana hati istrinya, sehingga beliau bisa membaca isi hati istrinya dari ucapan sumpahnya. Walaupun Aisyah berusaha untuk menyembunyikan isi hatinya, tetap bermanis muka, senantiasa berada di sanding Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan berbicara seperti biasa, namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dapat menebak suasana hatinya dari perubahan cara bersumpahnya. Luar biasa, perhatian, kejelian, dan kepekaan yang tidak ada bandingnya.
    Tidak mengherankan, bila beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
    (خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
    “Orang terbaik di antara kalian ialah orang yang terbaik dalam memperlakukan istrinya, dan aku adalah orang terbaik di antara kalian dalam memperlakukan istriku.” (Hr. At-Tirmidzi)
    Bagaimana dengan Anda, Saudaraku? Dengan apa Anda dapat mengenali dan meraba suasana hati pasangan Anda?
    Saudaraku, tidak ada salahnya bila sejenak Anda kembali memutar lamunan dan gambaran tentang istri ideal dan idaman yang pernah singgah dalam benak Anda. Selanjutnya, bandingkan gambaran istri idaman Anda dengan gambaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kaum wanita berikut ini,
    الْمَرْأَةُ كَالضِّلَعِ ، إِنْ أَقَمْتَهَا كَسَرْتَهَا، وَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اسْتَمْتَعْتَ بِهَا وَفِيهَا عِوَجٌ
    “Wanita itu bagaikan tulang rusuk. Bila engkau ingin meluruskannya, niscaya engkau menjadikannya patah, dan bila engkau bersenang-senang dengannya, niscaya engkau dapat bersenang-senang dengannya, sedangkan ia adalah bengkok.” (Muttafaqun ‘alaihi)
    Pada riwayat lain, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
    لاَ تَسْتَقِيمُ لَكَ الْمَرْأَةُ عَلَى خَلِيقَةٍ وَاحِدَةٍ وَإِنَّمَا هِيَ كَالضِّلَعُ إِنْ تُقِمْهَا تَكْسِرْهَا وَإِنْ تَتْرُكْهَا تَسْتَمْتِعْ بِهَا وَفِيهَا عِوَجٌ
    “Tidak mungkin istrimu kuasa bertahan dalam satu keadaan. Sesungguhnya, wanita itu bak tulang rusuk. Bila engkau ingin meluruskannya, niscaya engkau menjadikannya patah. Adapun bila engkau biarkan begitu saja, maka engkau dapat bersenang-senang dengannya, (tetapi hendaklah engkau ingat) ia adalah bengkok.” (Hr. Ahmad)
    Nah, sekarang, silakan Anda mengorek memori Anda tentang wanita pendamping hidup Anda. Temukan berbagai kelebihan padanya, dan selanjutnya tersenyumlah, karena ternyata istri Anda memiliki banyak kelebihan.
    Lalu, bila pada suatu hari Anda merasa tergoda oleh kecantikan wanita lain, maka ketahuilah bahwa sesuatu yang dimiliki oleh wanita itu ternyata juga telah dimiliki oleh istri Anda. Maka, bergegaslah untuk membuktikan hal ini pada istri Anda. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
    إِذَا رَأَى أَحَدُكُمُ امْرَأَةً فَأَعْجَبَتْهُ فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ فَإِنَّ مَعَهَا مِثْلَ الَّذِي مَعَهَا
    “Bila engkau melihat seorang wanita, lalu ia memikat hatimu, maka segeralah datangi istrimu! Sesungguhnya, istrimu memiliki seluruh hal yang dimiliki oleh wanita yang engkau lihat itu.” (Hr. At-Tirmidzi)
    Demikianlah caranya agar Anda dapat senantiasa puas dan bangga dengan pasangan hidup Anda. Anda selalu dapat merasa bahwa ladang Anda tampak hijau, sehijau ladang tetangga, dan bahkan lebih hijau.
    Selamat berbahagia dengan pasangan hidup yang telah Allah karuniakan kepada Anda. Semoga Allah memberkahi bahtera rumah tangga Anda.
    Sebaliknya, sebagai calon istri, Anda juga berhak untuk mendambakan pasangan hidup yang tampan, gagah, kaya raya, pandai, berkedudukan tinggi, penuh perhatian, setia, penyantun, dermawan, dan lain sebagainya.
    Betapa indahnya gambaran rumah tangga Anda, dan betapa istimewanya pasangan hidup Anda, andai gambaran Anda ini dapat terwujud. Bukankah demikian, Saudariku?
    Saudariku, setelah Anda menikah, benarkah seluruh kriteria suami ideal yang pernah menghiasi lamunan Anda ini terwujud pada pasangan hidup Anda?
    Bila benar terwujud, maka saya ucapkan selamat berbahagia di dunia dan akhirat, dan bila tidak, maka tidak perlu berkecil hati.
    Besarkan hatimu, wahai Saudariku! Percayalah, bahwa pada pasangan hidup Anda ternyata terdapat banyak kelebihan.
    Bila selama ini, Saudari ciut hati karena suami Anda miskin harta, maka tidak perlu khawatir, karena ia penuh dengan perhatian dan tanggung jawab.
    Bila selama ini, Saudari kecewa karena suami Anda ternyata kurang tampan, maka percayalah bahwa ia setia dan bertanggung jawab.
    Andai selama ini, Saudari kurang puas karena suami Anda kurang perhatian dengan urusan dalam rumah, tetapi ia begitu membanggakan dalam urusan luar rumah.
    Juga, andai selama ini, sikap suami Anda terhadap Anda kurang simpatik, maka tidak perlu hanyut dalam duka dan kekecawaan, karena ia masih punya jasa baik yang tidak ternilai dengan harta. Ternyata, selama ini, suami Anda telah menjaga kehormatan Anda, menjadi penyebab Anda merasakan kebahagiaan menimang putra-putri Anda.
    Saudariku, Anda tidak perlu hanyut dalam kekecewaan karena suatu hal yang ada pada diri suami Anda. Betapa banyak kelebihan-kelebihan yang ada padanya. Berbahagia dan nikmatilah kedamaian hidup rumah tangga bersamanya.
    Berlarut-larut dalam kekecewaan terhadap suatu perangai suami Anda dapat menghancurkan segala keindahan dalam rumah tangga Anda. Bukan hanya hancur di dunia, bahkan berkelanjutan hingga di akhirat kelak.
    Saudariku, simaklah peringatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini. Agar anda dapat menjadikan bahtera rumah tangga Anda seindah dambaan Anda.
    أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ يَكْفُرْنَ، قِيلَ: أَيَكْفُرْنَ بِاللَّهِ؟ قَالَ: يَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ، وَيَكْفُرْنَ الإِحْسَانَ، لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا، قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ
    “Aku diberi kesempatan untuk menengok ke dalam neraka, dan ternyata kebanyakan penghuninya ialah para wanita, akibat ulah mereka yang selalu kufur/ingkar.” Spontan, para shahabat bertanya, “Apakah yang engkau maksud adalah mereka kufur/ingkar kepada Allah?” Beliau menjawab, “Mereka terbiasa ingkar terhadap perilaku baik, dan ingkar terhadap jasa baik. Andai engkau berbuat baik kepada mereka seumur hidupmu, lalu ia mendapatkan suatu hal padamu, niscaya mereka begitu mudah berkata, ‘Aku tidak pernah mendapatkan kebaikan sedikit pun darimu.’” (Muttafaqun ‘alaihi)
    Anda mendambakan kebahagian dalam rumah tangga?
    Temukanlah bahwa kebahagian hidup dan berumah tangga terletak pada genggaman tangan suami Anda. Pandai-pandailah membawa diri, sehingga suami Anda rela membentangkan kedua telapak tangannya, dan memberikan kebahagian berumah tangga kepada Anda.
    Percayalah Saudariku, suami Anda adalah pasangan terbaik untuk Anda.
    إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا اُدْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
    “Bila seorang istri telah mendirikan shalat lima waktu, berpuasa bulan Ramadan, menjaga kesucian dirinya, dan taat kepada suaminya, niscaya kelak akan dikatakan kepadanya, ‘Silakan engkau masuk ke surga dari pintu mana pun yang engkau suka.’” (Hr. Ahmad dan lainnya)
    Tidakkah Anda mendambakan termasuk orang-orang mukminah yang mendapatkan kebebasan masuk surga dari pintu yang mana pun?
    Kunci Keberhasilan Rumah Tangga
    Saudaraku, mungkin selama ini Anda bersama pasangan hidup Anda, terus berusaha mencari pola rumah tangga yang dapat mendatangkan kebahagiaan untuk Anda berdua.
    Anda berhasil menemukannya?
    Bila Anda berhasil, maka saya ucapkan selamat berbahagia. Adapun bila belum, maka segera temukan kunci keberhasilan rumah tangga Anda pada firman Allah berikut,
    وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
    “Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi, para suami mempunyai kelebihan satu tingkat daripada istrinya.” (Qs. al-Baqarah: 228)
    Hak pasangan Anda setimpal dengan kewajiban yang ia tunaikan kepada Anda. Semakin banyak Anda menuntut hak Anda, maka semakin banyak pula kewajiban yang harus Anda tunaikan untuknya.
    Shahabat Abdullah bin ‘Abbas memberikan contoh nyata dari aplikasi ayat ini dalam rumah tangganya. Pada suatu hari, beliau berkata, “Sesungguhnya, aku senang untuk berdandan demi istriku, sebagaimana aku pun senang bila istriku berdandan demiku, karena Allah Ta’ala telah berfirman,
    وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
    ‘Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.’
    Aku pun tidak ingin menuntut seluruh hakku atas istriku, karena Allah juga telah berfirman,
    وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
    ‘Akan tetapi, para suami mempunyai kelebihan satu tingkat daripada istrinya.’” (Hr. Ibnu Abi Syaibah dan ath-Thabari)
    Bagaimana dengan dirimu, wahai saudara dan saudariku? Kapankah Anda berdandan? Ketika sedang berada di rumah atau ketika hendak keluar rumah? Selama ini, sejatinya, untuk siapa Anda berdandan? Benarkah Anda berdandan untuk pasangan Anda, ataukah Anda berdandan dan tampil menawan untuk orang lain?
    Saudaraku, bahu-membahu, saling melengkapi kekurangan, dan saling pengertian adalah salah satu prinsip dasar dalam membangun rumah tangga. Tidak layak bagi Anda untuk berperan sebagai penonton setia ketika pasangan Anda sedang mengerjakan pekerjaannya. Usahakan sebisa Anda untuk turut menyelesaikan pekerjaannya. Demikianlah, dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencontohkan dalam rumah tangga beliau.
    Aisyah radhiyallahu ‘anha mengisahkan,
    كَانَ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ، فَإِذَا سَمِعَ الأَذَانَ خَرَجَ
    “Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan sebagian pekerjaan istrinya, dan bila beliau mendengar suara azan dikumandangkan, maka beliau bergegas menuju ke mesjid.” (Hr. Bukhari)
    Constance Gager, ketua studi sekaligus asisten profesor di Montclair State University, Montclair, New Jersey, mengadakan penelitian tentang hubungan perilaku suami-istri dengan keromantisan dalam bercinta. Ia mengelompokkan para suami yang menjadi objek penelitiannya ke dalam dua kelompok.
    Kelompok pertama adalah suami-suami yang tidak peduli dan jarang membantu pekerjaan istri. Kelompok kedua adalah suami-suami yang sering turut serta dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga istri.
    Hasilnya luar biasa! Suami di kelompok kedua, yaitu yang sering membantu pekerjaan istrinya, terbukti lebih romantis dan lebih sering memadu cinta dengan pasangannya. Hubungan yang harmonis dan indah, begitu kental dalam rumah tangga mereka.
    Sejatinya, penemuan ini bukanlah hal baru, karena secara logika, suami yang dengan rendah hati membantu pekerjaan istrinya pastilah lebih dicintai oleh istrinya. Tentunya, ini memiliki hubungan erat dengan keromantisan suami-istri dalam bercinta.
    Sebaliknya, istri yang peduli dengan pekerjaan suami, pun akan mengalami hal yang sama.
    Nah, bagaimana dengan diri Anda, wahai Saudaraku?
    Selamat membuktikan resep manjur ini! Semoga berbahagia, dan hubungan Anda berdua semakin romantis dan harmonis.
    Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat bagi Anda. Mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan. Wallahu a’lam bish-shawab.