Sesungguhnya masjid adalah bagian bumi yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala.
Di dalam masjid dilakukan berbagai bentuk ibadah kepadaNya, seperti
sholat jama’ah, membaca Al-Qur’an, tholabul ilmi (kajian agama) dan
sebagainya yang dituntunkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَحَبُّ الْبِلَادِ إِلَى اللَّهِ مَسَاجِدُهَا وَأَبْغَضُ الْبِلَادِ إِلَى اللَّهِ أَسْوَاقُهَا
“Yang paling Allah cintai dari bagian kota-kota adalah
masjid-masjidnya, dan yang paling Allah benci dari bagian kota-kota
adalah pasar-pasarnya” (HR. Muslim, no: 671).
Dan di dalam agama Islam, tidak diperbolehkan menjadikan kubur-kubur sebagai masjid.
DALIL-DALIL LARANGAN
Larangan tentang hal ini sangat banyak sekali. Inilah di antara dalil-dalil larangan tersebut:
1- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarangnya. Dan setiap larangan Nabi, hukum asalnya adalah haram.
Sebagaimana disebutkan di dalam hadits di bawah ini,
عَنْ جُنْدَبٍ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَبْلَ أَنْ يَمُوتَ بِخَمْسٍ وَهُوَ يَقُولُ إِنِّي أَبْرَأُ
إِلَى اللَّهِ أَنْ يَكُونَ لِي مِنْكُمْ خَلِيلٌ فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى
قَدْ اتَّخَذَنِي خَلِيلًا كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا وَلَوْ
كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِي خَلِيلًا لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ
خَلِيلًا أَلَا وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ
قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ أَلَا فَلَا تَتَّخِذُوا
الْقُبُورَ مَسَاجِدَ إِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ
Dari Jundab, dia berkata: Lima hari sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, aku mendengar beliau bersabda: “Aku
berlepas diri kepada Allah bahwa aku memiliki kekasih di antara kamu.
Karena sesungguhnya Allah telah menjadikanku sebagai kekasihNya
sebagaimana Dia telah menjadikan Ibrahim menjadi kekasihNya (QS.
4:125-pen). Jika aku menjadikan kekasih di antara umatku, pastilah aku
telah menjadikan Abu Bakar sebagai kekasih. Ketahuilah, sesungguhnya
orang-orang sebelum kamu dahulu telah menjadikan kubur-kubur Nabi-Nabi
mereka dan orang-orang sholih mereka sebagai masjid-masjid! Ingatlah,
maka janganlah kamu menjadikan kubur-kubur sebagai masjid-masjid,
sesungguhnya aku melarang kamu dari hal itu!” (HSR. Muslim no:532)
2- Laknat Allah kepada orang-orang yang menjadikan kubur-kubur sebagai masjid.
Hal ini diberitakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau menjelang wafat.
أَنَّ عَائِشَةَ وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ قَالَا لَمَّا نَزَلَ
بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَفِقَ يَطْرَحُ
خَمِيصَةً لَهُ عَلَى وَجْهِهِ فَإِذَا اغْتَمَّ بِهَا كَشَفَهَا عَنْ
وَجْهِهِ فَقَالَ وَهُوَ كَذَلِكَ لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْيَهُودِ
وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ يُحَذِّرُ مَا
صَنَعُوا
Dari ‘Aisyah dan Abdullah bin Abbas –semoga Allah meridhoi mereka- mengatakan: “Ketika
kematian datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
beliau mulai meletakkan kain wol bergaris-garis pada wajah beliau,
sewaktu beliau susah bernafas karenanya, beliau membukanya dari
wajahnya, ketika dalam keadaan demikian, lalu beliau mengatakan: “Laknat
Allah atas orang-orang Yahudi dan Nashoro, mereka menjadikan
kubur-kubur Nabi-Nabi mereka sebagai masjid-masjid”. Beliau
memperingatkan apa yang telah mereka lakukan. (HSR. Bukhari no: 435, 436; Muslim no:531)
Syaikh Ali Al-Qori mengatakan: “Sebab laknat kepada mereka:
kemungkinan karena mereka dahulu sujud kepada kubur-kubur Nabi-Nabi
mereka, karena mengagungkan mereka. Ini adalah syirik yang nyata.
Kemungkinan karena mereka dahulu melakukan sholat karena Allah di
tempat-tempat dikuburnya para Nabi mereka, dan sujud di atas kubur-kubur
mereka, dan menghadap kepada kubur-kubur mereka pada sholat, karena
anggapan mereka hal itu merupakan ibadah kepada Allah dan berlebihan di
dalam mengagungkan para Nabi. Ini adalah syirik yang samar, karena
mengandung pengagungan terhadap makhluk yang tidak diidzinkan baginya.
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang umatnya dari itu,
kemungkinan karena perbuatan itu menyerupai jalan orang-orang Yahudi,
atau karena mengandung syirik yang samar”. (Mirqootul Mafaatiih Syarh
Misykaatul Mashoobiih, juz 1, hlm: 456. Dinukil dari Tahdzirus Sajid,
hlm: 32, karya Syaikh Al-Albani, penerbit: Al-Maktabul Islami)
3- Para pelakunya adalah seburuk-buruk manusia.
Perkara ini disebutkan di dalam hadits-hadits shohih, antara lain sebagai berikut:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ لَمَّا اشْتَكَى
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَتْ بَعْضُ نِسَائِهِ
كَنِيسَةً رَأَيْنَهَا بِأَرْضِ الْحَبَشَةِ يُقَالُ لَهَا مَارِيَةُ
وَكَانَتْ أُمُّ سَلَمَةَ وَأُمُّ حَبِيبَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
أَتَتَا أَرْضَ الْحَبَشَةِ فَذَكَرَتَا مِنْ حُسْنِهَا وَتَصَاوِيرَ
فِيهَا فَرَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ أُولَئِكِ إِذَا مَاتَ مِنْهُمْ
الرَّجُلُ الصَّالِحُ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا ثُمَّ صَوَّرُوا
فِيهِ تِلْكَ الصُّورَةَ أُولَئِكِ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ
Dari ‘Aisyah –semoga Allah meridhoinya-, dia berkata: “Ketika
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sakit, sebagian istri-istri Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan sebuah gereja yang mereka
lihat di negeri Habasyah, yang dinamakan gereja Mariyah. Dahulu Ummu
Salamah dan Ummu HAbibah –semoga Allah meridhoikeduanya- pernah
mendatangi negeri Habasya. Keduanya menyebutkan tentang keindahannya dan
patung-patung/gambar-gambar yang ada di dalamnya. Maka Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam mengankat kepalanya, lalu bersabda: “Mereka itu, jika
ada seorang yang sholih di antara mereka mati, mereka membangun masjid
di atas kuburnya, kemudian membuat patung/gambar orang sholih itu di
dalamnya. Mereka itu seburuk-buruk manusia di sisi Allah”. (HSR. Bukhari no:1341; Muslim no:528)
Al-Hafizh Ibnu Rajab berkata: “Hadits ini menunjukkan keharoman
membangun masjid-masjid di atas kubur-kubur orang-orang sholih, dan
menggambar gambar-gambar mereka di dalamnya, sebagaimana telah dilakukan
oleh orang-orang Nashoro. Tidak ada keraguan bahwa tiap satu dari
keduanya itu diharamkan, membuat gambar-gambar manusia diharamkan, dan
membangun masjid-masjid di atas kubur-kubur, perbuatan ini saja juga
haram”. (Fathul Bari, dinukil dari Tahdzirus Sajid, halm: 13, karya
Syaikh Al-Albani, penerbit: Al-Maktabul Islami)
Dalam hadits lain disebutkan:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ مِنْ شِرَارِ النَّاسِ مَنْ تُدْرِكُهُ
السَّاعَةُ وَهُمْ أَحْيَاءٌ وَمَنْ يَتَّخِذُ الْقُبُورَ مَسَاجِدَ
Dari Abdulloh, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: “Sesungguhnya
di antara seburuk-buruk manusia adalah orang-orang yang ketika hari
kiamat datang mereka masih hidup, dan orang-orang yang menjadikan
kubur-kubur sebagai masjid”. (HSR. Ahmad 1/432; no: 4132; Ibnu Hibban; Thobaroni di dalam Mu’jamul Kabir. Dishohihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir)
MAKSUD LARANGAN
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani berkata: “Telah jelas dari
hadits-hadits yang lalu bahaya menjadikan kubur sebagai masjid, dan
ancaman keras di sisi Allah ‘Azza wa Jalla terhadap orang yang
melakukannya. Maka kita wajib memahami makna menjadikan kubur sebagai
masjid itu agar kita mewaspadainya. Aku katakan, yang mungkin difahami
dari menjadikan kubur sebagai masjid adalah tiga makna:
1- Sholat di atas kubur, dengan arti sujud di atasnya.
2- Sujud menghadap kubur, dan menghadap kubur dengan sholat dan doa.
3- Membangun masjid di atas kubur, dan menyengaja sholat di kuburan-kuburan.
Dan pada tiap satu dari makna ini telah dikatakan oleh sekelompok
ulama, dan telah datang dengannya nash-nash yang nyata dari penghulu
para Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam “. (Tahdzirus Sajid, halm: 21,
karya Syaikh Al-Albani, penerbit: Al-Maktabul Islami)
Kemudian syaikh menyebutkan perkataan para ulama tentang makna-makna di atas di dalam kitab beliau itu.
TAMBAHAN KETERANGAN:
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Sholat di semua masjid yang
dibangun di atas kubur terlarang secara umum, kecuali masjid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
(di kota Madinah), karena shalat di sana pahalanya seribu kali lipat,
karena masjid itu dibangun di atas taqwa, dan kemuliaannya ada sejak
kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para kholifah
yang lurus sebelum masuknya kamar (kubur) di dalam masjid. Dan
dimasukkannya kamar ke dalam masjid dilakukan setelah habis masa
sahabat”. (Dinukil dari Tahdzirus Sajid, hlm: 137, karya Syaikh
Al-Albani, penerbit: Al-Maktabul Islami)
Al-Hamdulillah Robbil ‘Alamin.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar